Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio Dengan Perilaku Pasca Pemberian Imunisasi Polio

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI POLIO DENGAN PERILAKU PASCA PEMBERIAN IMUNISASI POLIO PADA BAYI
DI RB AN-NISSA SURAKARTA

ABSTRAK

Latar Belakang; Pada Tahun 2004 di temukan 1.266 kasus polio di seluruh dunia,sekitar 25% berada di Indonesia dan menempati peringkat tiga dunia dan Pada tahun 2005 di temukan wabah polio di Sukabumi,Jawa Barat , berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RB An-Nissa dari 20 ibu yang mempunyai bayi berumur 0-6 bulan didapatkan 3 orang (15%) berpengetahuan tinggi, 6 orang (30%) berpengetahuan sedang, 11 orang (55%) berpengetahuan rendah,dan dari 20 ibu tersebut didapatkan juga 11 orang (55%) memberikan ASI langsung setelah Anak diimunisasi polio, dan 9 orang (45%) tidak memberikan ASI setelah anak diimunisasi polio.Faktor pengetahuan ibu tentang imunisasi mempengaruhi terhadap peleksanaan imunisasi, selain itu perilaku pasca pemberian imunisasi pun mempengaruhi keberhasilan imunisasi, dimana pemberian ASI setelah imunisasi polio dikhawatirkan akan melemahkan vaksin polio yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Tujuan; Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan perilaku pasca pemberian imunisasi polio. Metode; Penelitian non eksperimental dengan pendekatan waktu cross sectional.Penelitian ini dilaksanakan pada 20 mei sampai 3 juni 2008 di RB An-Nissa Surakarta. Populasinya adalah ibu-ibu yang mempunyai bayi umur 0-6 bulan yang mengimunisasikan anaknya di Rb An-Nissa Surakarta yaitu sejumlah 600 orang pertahun. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 10% dari jumlah populasi pertahun yaitu sebanyak 60 orang dengan syarat sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan perilaku pasca pemberian imunisasi polio digunakan rumus chi square. Hasil; Dari hasil penelitian didapatkan ibu yang berpengetahuan tinggi atau baik sebanyak 17 orang (28,3%), sedang atau cukup sebanyak 20 orang (33,3%), dan rendah atau kurang sebanyak 23 orang (38,3%), sedangkan ibu yang langsung memberikan ASI setelah anak diimunisasi polio sebanyak 25 orang (41,7) dan yang tidak memberikan ASI langsung setelah bayi diimunisasi polio sebanyak 35 orang (58,3%). Analisa data menggunakan chi s-quare dengan p value=0,0001, diperoleh hasil Xhitung lebih besar dari Xtabel sehingga Ho ditolak. Simpulan; Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan perilaku pasca pemberian imunisasi polio. Jika tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio baik atau tinggi, maka perilaku pasca pemberian imunisasi polio akan baik pula. Begitu juga sebaliknya jika tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio rendah atau kurang, maka perilaku pasca pemberian imunisasi polio akan kurang.
Kata Kunci : Pengetahuan, Imunisasi Polio, Perilaku Pasca Pemberian Imunisasi Polio

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fakta dunia saat ini khususnya di negara sedang berkembang setiap 14,5 juta anak balita meninggal karena berbagai penyakit yang dapat dicegah, kurang gizi, dehidrasi karena muntaber dan setiap tahunnya 3,5 juta anak balita meninggal karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Markum, 2002: 159).
Dalam 20 tahun lalu, polio telah melumpuhkan sekitar seribu anak setiap harinya dihampir tiap negara di dunia, namun pada tahun 1988 gerakan anti polio dunia dicanangkan. Wabah besar Pertama di Amerika serikat terjadi pada tahun 1916, ketika lebih dari 27.000 orang terkena penyakit ini dan sekitar 6000 orang meninggal dan sebagian besar adalah anak (Cave, 2003). Hingga memasuki tahun 2004, hanya ditemukan 1.266 kasus polio di seluruh dunia, sebagian besar ditemukan di negara endemik polio, yakni Yaman, Nigeria, India, Pakistan, Mesir, Afghanistan, yang ada di dunia, sekitar 25% berada di Indonesia dan menempati peringkat tiga dunia (Achmadi, 2006: 86).
Penyakit polio masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, mengingat masih adanya kasus dan wabah polio di beberapa daerah di Indonesia Ini diperkuat dengan ditemukannya wabah polio impor yang bermula ditemukan di Sukabumi, Jawa Barat, pada bulan Maret 2005, ditemukan 15 kasus yang terkait polio (Achmadi, 2006: 130).
Polio merupakan suatu infeksi virus yang sangat menular dan tidak bisa disembuhkan. Virusnya menyerang seluruh tubuh (termasuk otot dan saraf) dan bisa menyebabkan kelemahan otot yang sifatnya permanen serta kelumpuhan pada salah satu tungkai (Erinakia, 2006: 29).
Menurut Nelson (cit. Mila, 2006) Penting bagi orang tua untuk mengetahui mengapa, kapan, dimana, dan berapa kali anak harus diimunisasi. Kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak dalam sistem perawatan kesehatan yaitu rendahnya kesadaran dan tidak adanya kebutuhan masyarakat pada imunisasi. Jalan masuk ke pelayanan imunisasi tidak akurat, melalaikan peluang untuk pemberian vaksin dan sumber yang akurat untuk kesehatan masyarakat dan program pencegahan. Pemberian imunisasi pada bayi dan anak tidak hanya memberi pencegahan penyakit pada anak tersebut tetapi juga memberikan dampak yang lebih luas karena dapat mencegah penularan penyakit untuk anak lain, oleh karena itu pengetahuan dan sikap orang tua terutama ibu sangat penting untuk memahami tentang manfaat imunisasi bagi anak Indonesia.
Menurut Ranuh (cit. Mila, 2006) Pengetahuan ibu tentang imunisasi mempengaruhi terhadap pelaksanaan imunisasi, bila pengetahuan ibu tentang imunisasi kurang, tidak merasa butuh atau sekedar ikut-ikutan tentunya pemberian imunisasi pada anaknya tidak sesuai dengan jadwal baik waktu maupun jaraknya, apabila pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi baik diharapkan pemberian imunisasi biasanya sesuai jadwal, sehingga program imunisasi memenuhi kuantitas dan kualitas kesehatan bayi, akhirnya berdampak pada peningkatan status kesehatan dan sumber daya masyarakat di masa depan.
Selain itu, perilaku pasca pemberian imunisasi pun mempengaruhi keberhasilan imunisasi, di mana pemberian ASI setelah imunisasi polio dikhawatirkan akan melemahkan vaksin polio yang dimasukkan kedalam tubuh bayi, sehingga imunisasi polio tidak efektif. (Tanaya Vidia Maharani, 2007, Imunisasi polio).
Hasil dari pemeriksaan ASI menunjukkan bahwa pada masa laktasi minggu 1 (colostrums) maka semua ibu mempunyai zat antipoliomyelitis dalam ASI-nya terhadap polio. Hasil dari pemeriksaan serum bayi yang mendapat vaksinasi 2 kali, menunjukkan bahwa pada kelompok bayi yang tidak diberi vaksinasi ASI 2 jam sebelum dan 2 jam sesudah vaksinasi maka zero conversion rate-nya terhadap masing-masing tipe virus polio adalah tipe 1: 95%,tipe 2: 91%, dan tipe 3: 91,6% (Gendro Wahyuhono, 2002, Pengaruh Aktivitas Antipoliomyelitic dalam ASI terhadap Vaksinasi polio).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RB Fin yang dilakukan pada tanggal 16 -23 Maret 2008 diperoleh data yaitu dari 20 jumlah ibu yang mengimunisasikan polio anaknya,di dapat 3 orang (15%) berpengetahuan tinggi, 6 orang (30%) berpengetahuan sedang, 11 orang (55%) berpengetahuan rendah dan dari perilaku ibu tersebut di dapat 55 % yang berperilaku memberikan ASI langsung pasca pemberian imunisasi polio,sedangkan 45% tidak segera diberi ASI.
Hal inilah yang menarik perhatian penulis untuk mengangkat permasalahan ini didalam penelitian. Penulis ingin mengetahui lebih jauh lagi apakah ada hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan perilaku pemberian imunisasi polio pada bayi.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah “Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan perilaku pasca pemberian imunisasi polio pada bayi di RB An-Nissa Surakarta?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan perilaku pasca pemberian imunisasi polio pada bayi di RB An-Nissa Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui prosentase tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio RB-An-Nissa Surakarta.
b. Untuk mengetahui prosentase perilaku pasca pemberian imunisasi polio pada bayi di RB An-Nissa, Surakarta.
c. Untuk Menganalisa hubungan pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan perilaku pasca pemberian imunisasi polio pada bayi di RB An-Nissa, Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Untuk dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di bangku pendidikan pada kenyataan yang sesungguhnya.
2. Bagi Ilmu Pengetahuan
Menambah informasi tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan perilaku pasca pemberian imunisasi polio pada bayi
3. Bagi Institusi
Untuk menambah kepustakaan dan untuk meningkatkan pengetahuan pembaca tentang imunisasi polio.
4. Bagi Responden
Meningkatkan pengetahuan ibu tentang imunisasi polio.
E. Keaslian Penelitian
1. Ivan Kurnia Widhi (2007) tentang Hubungan antara Pengetahuan Imunisasi Ibu dengan Status Kelengkapan Imunisasi polio di Puskesmas I Polokarto, Sukoharjo. Desain penelitian observasi analitik, dengan pendekatan waktu cross sectionl, pengambilan sampel dengan menggunakan tehnik random sampling dan analisa data menggunakan soft ware statifical program. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan status kelengkapan imunisasi polio.Penelitian yang dilakukan oleh penulis mempunyai perbedaan antara lain judul, desain penelitian non eksperimental korelasi, yaitu penelitian yang observasinya dilakukan secara langsung dengan mengambil sampel dari suatu populasi dengan rancangan cross sectional analisa data dengan menggunakan alat Bantu komputer program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 10. Tempat RB AN-Nissa Surakarta. Persamaannya: meneliti tentang masalah imunisasi polio.
2. Enny Yuliaswati, S.SiT dan Kamidah, S.Si.T (2006) tentang Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Imunisasi dengan Perilaku Ibu terhadap Imunisasi Bayi. Desain penelitian non eksperimen dengan pendekatan waktu cross sectional. Pengambilan sampel dengan menggunakan accidental sampling, dan analisa data menggunakan Kendall Tau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pengetahuan ibu dengan perilaku terhadap imunisasi bayi.Penelitian yang dilakukan penulis mempunyai perbedaan antara lain judul, tempat penelitian. Persamaannya antara lain: meneliti tentang masalah imunisasi, desain penelitian non eksperimental,dengan pendekatan cross sectional.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasa. sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata, telinga, pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. (Notoatmodjo, 2003: 121)
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003: 128)
Tingkat pengetahuan seseorang secara rinci dibagi menjadi enam tingkatan (Notoatmodjo, 2003: 122) yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
B. Imunisasi
1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (Depkes, 2000). Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak (Supartini, 2004: 173).
2. Tujuan Imunisasi
Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.
3. Manfaat
a. Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
b. Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman (Anonim, 2006, ¶ 1, http://www.kumpulan-bocah-Indonesia.com, diperoleh tanggal 2 April 2008)
4. Kekebalan
Menurut Supartini (2004: 175) ada dua jenis klasifikasi imunitas yaitu :
a. Imunisasi aktif
Adalah pemberian antigen (kuman), atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri.
Kekebalan aktif dibagi menjadi 2:
1) Kekebalan aktif alamiah
Tubuh membuat kekebalan sendiri setelah mengalami atau sembuh dari suatu penyakit. Contoh: anak yang terkena difteri atau poliomyelitis dengan proses anak terkena infeksi kemudian terjadi silent abortive, sembuh, selanjutnya kebal terhadap penyakit tersebut.
2) Kekebalan aktif buatan
Kekebalan yang dibuat setelah mendapat vaksin (imunisasi), contoh: berupa pemberian vaksin semisal cacar dan polio yang kumannya masih hidup, tetapi sudah dilemahkan.
b. Imunisasi pasif
Adalah penyuntikkan sejumlah antibodi, sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat.
Imunisasi pasif dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Kekebalan pasif alamiah
Kekebalan yang terdapat pada neonatus sampai usia enam bulan, yang didapat dari ibu berupa antibodi melalui vaskularisasi pada plasenta. Contoh: difteri, tetanus, campak.
2) Kekebalan pasif buatan
Kekebalan yang diperoleh setelah meendapat suntikan zat penolak. Contoh: pemberian ATS (Anti Tetanus Serum).
5. Jenis-jenis imunisasi yang diwajibkan
Kendati imunisasi sangat penting, namun pemerintah mewajibkan lima jenis imunisasi pada anak usia di bawah satu tahun yang harus dilakukan:
a. BCG yaitu imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit TBC
b. Hepatitis B yaitu imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit hepatitis B.
c. DPT yaitu imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus.
d. Polio yaitu imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit polio.
e. Campak yaitu imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit campak.
f. Polio
Polio adalah suatu infeksi virus yang sangat menular dan tidak bisa disembuhkan. virusnya menyerang seluruh tubuh (termasuk otot dan saraf) dan bisa menyebabkan kelemahan otot yang sifatnya permanen serta kelumpuhan pada salah satu tungkai (Erinakia, 2006: 29).
Gejala awal penyakit polio tidak khas, yakni hanya menderita demam, lemah, muntah, sakit tenggorokan, konstipasi atau mengalami kesulitan buang air besar, sakit perut, mual, dan pusing. Namun kalau ada anak mengalami semua gejala yang telah disebutkan belum tentu menderita penyakit polio pada awalnya mirip gejala awal penyakit influenza, (Umar Fahmi Achmadi) yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Vaksin polio mengandung virus polio yang sudah tidak aktif (Erinakia, 2006: 29).
Pemberian imunisasi polio pertama kali diberikan secara oral pada usia 0 bulan (lahir). Berikutnya di usia 2, 4, dan 6 bulan. Lepas usia bayi vaksinasi polio diberikan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Cara memberikan imunisasi polio adalah dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung kedalam mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang dicampur dengan gula manis (Anonim, 2007, ¶ 1, http://www.pusat-informasi-penyakit-infeksi.com, diperoleh tanggal 2 April 2008).
Hanya sebagian kecil penerima vaksin polio akan mengalami gejala pusing-pusing, diare ringan, dan sakit otot. Namun pada umumnya, efek samping pasca imunisasi polio memang jarang sekali ditemukan. Sedangkan kontra indikasi imunisasi polio hanya berlaku terhadap anak yang punya penyakit akut atau demam (suhu lebih 38,5 0C), muntah, atau diare, penyakit kanker atau keganasan (Erinakia, 2006: 31).
Hasil dari pemeriksaan asi menunjukkan bahwa pada masa laktasi minggu 1 (colostrums) maka semua ibu mempunyai zat antipoliomyelitis dalam asinya terhadap polio. Hasil dari pemeriksaan serum bayi yang mendapat vaksinasi 2 kali, menunjukkan bahwa pada kelompok bayi yang tidak diberi vaksinasi asi 2 jam sebelum dan 2 jam sesudah vaksinasi maka zero conversion ratenya terhadap masing-masing tipe virus polio adalah tipe 1: 95%,tipe 2: 91% dan tipe 3: 91,6% (Gendro Wahyuhono, 2002, Pengaruh Aktivitas Antipoliomyelitic dalam ASI terhadap Vaksinasi Polio).
Ikatan Dokter Anak Indonesia dan Departemen Kesehatan mengeluarkan rekomendasi pemberian imunisasi polio termasuk imunisasi yang diwajibkan atau masuk Pengembangan Program Imunisasi (PPI). Imunisasi polio yang harus diberikan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah diberikan sejak lahir sebanyak empat kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang usia 1 tahun, 5 tahun dan usia 15 tahun atau sebelum meninggalkan sekolah (Erinakia, 2005).
C. Perilaku
1. Pengertian
Menurut Skiner dalam Notoatmojo (2003) seorang ahli perilaku, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Sedangkan menurut Chaplin (2002) perilaku dalam arti luas adalah segala sesuatu yang dialami seseorang sedangkan dalam arti sempit adalah reaksi yang dapat diamati secara umum atau obyektif. Perilaku adalah reaksi terhadap stimulus yang dapat bersifat sederhana atau kompleks, yaitu bahwa stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respon atau sebaliknya.
Definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah reaksi yang dapat diamati secara umum atau obyektif, merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respon yang bersifat sederhana atau kompleks.
2. Bentuk Perilaku
Menurut Irwanto dalam Notoatmodjo (2003) bentuk perilaku dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
a. Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain (perilaku tidak kasat mata), misalnya berfikir, tanggapan, motivasi dan lain-lain.
b. Bentuk aktif (perilaku kasat mata), adalah jika perilaku tersebut jelas dapat diobservasi secara langsung .misal makan, menangis, mempraktekkan dan lain-lain.
3. Strategi Perubahan Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003) terdapat beberapa bagian untuk memperoleh perubahan perilaku oleh WHO dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
a. Menggunakan kekuatan, kekuasaan, atau dorongan
Perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran sehingga ia melakukan sesuai harapan, dapat ditempuh dengan peraturan atau perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Hasil cepat tetapi belum tentu berlangsung lama karena perubahan tidak disadari oleh kesadara sendiri.
b. Pemberian informasi
Pemberian informasi akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang sesuatu sehingga akan menimbulkan kesadaran mereka dan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Perubahan ini memakan waktu yang diperoleh bersifat langsung karena disadari oleh kesadaran mereka sendiri.
c. Diskusi dan partisipasi
Cara ini sebagai peningkatan cara kedua, dimana dalam memberikan informasi tidak bersifat searah saja, tetapi dua arah. Hal ini berarti masyarakat yang diterimanya. Dengan demikian pengetahuan yang diperoleh mendalam dan mantap. Ini membutuhkan waktu yang lebih lama dari cara yang kedua, dan hasil yang jauh lebih baik dari cara yang pertama.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak disadari pengetahuan. Penelitian Rogers dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang menghadapi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut mengalami proses yang berurutan, yakni:
1. Awarness (kesadaran), yakni: orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya).
4. Trial, orang yang mulai mencoba berperilaku baru.
5. Adaption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran dan sikap stimulusnya.
Pengetahuan ibu akan mempengaruhi perilaku ibu dalam imunisasi terhadap bayinya. Selain pengetahuan imunisasi ibu, perilaku juga dipengaruhi oleh pengalaman, sosial ekonomi, fasilitas (sarana dan jarak pelayanan), budaya, paritas (jumlah anak) dan sebagainya. Tetapi diantara factor-faktor tersebut untuk terbentuknya perilaku yang langgeng adalah perilaku yang disadari oleh pengetahuan dan kesadaran (Notoatmodjo, 2003: 128).
Hubungan yang dipengaruhi pengetahuan terhadap perilaku menurut Green dalam Notoatmodjo (2003) perilaku ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor:
1. Faktor predisposisi (predisposing factor) yaitu terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,nilai-nilai dan sebagainya.
2. Faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, jamban dan sebagainya.
3. Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan juga mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku (Notoatmodjo, 2003: 164).
D. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Polio dengan Perilaku Pasca Pemberian Imunisasi Polio pada Bayi
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003: 128)
Pengetahuan ibu tentang imunisasi akan membentuk sikap positif terhadap kegiatan imunisasi. Imunisasi tanpa didukung dengan kesadaran masyarakat tidaklah akan berarti, tentunya akan banyak kendala untuk mencapai target 100% (Ary Chandra herawati, 2007).
Menurut Sunaryo (2004) sikap individu akan memberi warna atau corak tingkah laku ataupun perbuatan individu yang bersangkutan sehingga jika ibu mengerti perilaku pasca pemberian imunisasi polio maka setelah diberi imunisasi polio bayi tidak akan langsung diberi ASI.
Segala tingkah laku individu adalah manifestasi dari kepribadian yang dimilikinya sebagai perpaduan yang timbul dari dalam diri dan lingkungannya (Sunaryo, 2004: 103).
Menurut Rahayu (cit. Wahyuni, 2006) umur merupakan ciri dari kedewasaan fisik dan kematangan kepribadian yang erat hubungannya dengan pengambilan keputusan,mulai umur 21 tahun secara hukum dikatakan mulai masa dewasa dan pada umur tiga puluh tahunan telah mampu menyelesaikan masalah dengan cukup baik, jadi stabil dan tenang secara emosional. Jadi ibu yang lebih muda kemampuannya lebih baik daripada yang lebih tua tentang perilaku pasca pemberian imunisasi polio.
Menurut Kasnodihardjo (cit. Wahyuni, 2006) pendidikan seseorang berbeda-beda akan mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan, pada ibu yang berpendidikan tinggi lebih muda menerima suatu ide baru dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah sehingga informasi lebih mudah dapat diterima dan dilaksanakan. Tingkat pendidikan yang diperoleh seseorang dari bangku sekolah formal dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin tinggi pengetahuannya tentang kesehatan.
E. Landasan Teori
Pengetahuan ibu akan mempengaruhi perilaku ibu dalam imunisasi terhadap bayinya. Selain pengetahuan imunisasi ibu, perilaku juga dipengaruhi oleh pengalaman, sosial ekonomi, fasilitas (sarana dan jarak pelayanan), budaya, paritas (jumlah anak) dan sebagainya. Tetapi diantara faktor-faktor tersebut untuk terbentuknya perilaku yang langgeng adalah perilaku yang disadari oleh pengetahuan dan kesadaran (Notoatmodjo, 2003: 128).
Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) bahwa perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh tiga faktor yakni: 1) faktor-faktor dasar (predisposising factors) yang mencakup dalam pengetahuan, sikap, kebiaasan, kepercayaan, norma-norma sosial dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat; 2) faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) meliputi sikap dan perilaku dari orang lain misalnya tenaga kesehatan atau petugas lain dari masyarakat; 30 faktor-faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.

F. Kerangka Teori

Gambar 2.1
Kerangka teori menurut Lawrence Green (Notoatmodjo, 2003: 165)

G. Kerangka Konsep


Gambar 2.2

Ket :
: yang diteliti


H. Hipotesis
Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan perilaku pasca pemberian imunisasi polio pada bayi.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah non eksperimental, yaitu penelitian yang observasinya dilakukan secara langsung dengan mengambil sampel dari suatu populasi (Sugiyono, 2002: 25). Menggunakan kuesioner sebagai pengumpulan data penelitian karena untuk diketahui hubungan antar variabel-variabel yang diteliti.
Pendekatan waktu yang digunakan adalah cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan perilaku pasca pemberian imunisasi polio pada bayi, dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2002: 128).
B. Populasi, Sampel dan Sampling
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2002: 55). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mengimunisasikan polio bayinya umur 0-6 bulan selama bulan Januari-Desember 2007 di RB An-Nissa yaitu sejumlah 600 orang.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2002: 56).
Besarnya sampel menurut Arikunto (2002: 112) apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua. Dan apabila subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung dari:
a. Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana.
b. Sempit dan luasnya wilayah pengamatan dari setiap objek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.
c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti.
Dalam penelitian ini, jumlah populasi sebesar 600 orang maka sampel yang diambil sebesar 60 responden.
3. Sampling
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel (Notoatmodjo, 2002: 84). Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik quota sampling, yaitu pengambilan sampel dengan cara menetapkan sejumlah anggota sampel secara quontum atau jatah (Notoatmodjo, 2002: 89)
C. Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan peneliti tentang sesuatu konsep
pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005: 70).
Pada penelitian ini variabel yang diteliti yaitu:
1. Variabel Bebas : Tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio.
2. Variabel Terikat : Perilaku pasca pemberian imunisasi polio pada bayi.

D. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Skala Nilai
Bebas: Pengetahuan ibu tentang imunisasi polio Pengetahuan ibu tentang imunisasi polio yaitu informasi yang berhubungan dengan pengertian, indikasi, kontra indikasi, cara pemberian, efek samping Ordinal Tinggi (baik): Bila jawaban benar 76-100%
Sedang (cukup): Bila jawaban benar 56-75%
Rendah (kurang): Bila jawaban benar <56%
Terikat: Perilaku pasca pemberian imunisasi polio Perilaku ibu pasca pemberian imunisasi polio yaitu tindakan nyata ibusetelah bayi mendapatkan imunisasi polio dengan menggunakan item pertanyaan Nominal 1 = ya
0 = tidak

E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan untuk mendapatkan data yang relevan dengan masalah yang diteliti yaitu menggunakan instrumen pengumpulan data berupa kuesioner, yaitu daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik dan matang, Di mana responden (dalam hal angket) dan interview (dalam hal wawancara) tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu (Notoatmodjo, 2002: 116).
Penelitian ini menggunakan kuesioner dengan bentuk pertanyaan tertutup (closed ended) yang mempunyai keuntungan mudah mengarahkan jawaban responden dan juga mudah diolah (ditabulasi).
Adapun kisi-kisi kuesionarnya adalah :
No Variabel Indikator No Item Σ Item
1. Tingkat Pengetahuan Pengertian
Tujuan dan jenis
Penularan
Gejala
Kontraindikasi
Cara Pemberian
Manfaat
Efek Samping
Jadwal dan umur Pemberian 1,2
3,6
16
17
8
12, 13, 14
4, 7, 9
5, 11, 15, 18,20
10, 19 2
2
1
1
1
3
3
5
2
2. Perilaku pasca pemberian imunisasi polio Perilaku pasca pemberian imunisasi polio 1 1
Total 21 21

Dari kuesioner tersebut diperoleh pertanyaan yang tidak valid adalah no 16 dan no 21, pertanyaan yang tidak valid tersebut oleh penulis dihilangkan karena komponen tersebut tidak penting.
F. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu:
1. Data Primer
Data primer bila pengumpulan data dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap sasaran. Selanjutnya data tersebut diolah, dianalisis, disajikan, dan dilaporkan oleh peneliti.
2. Data Sekunder
Disebut sebagai data sekunder apabila pengumpulan data yang diinginkan diperoleh dari orang lain atau tempat lain dan bukan dilakukan oleh peneliti sendiri. Data yang digunakan adalah data dari RB An-Nissa.
G. Teknik Analisa Data
1. Cara Pengolahan Data
a. Editing
Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data yang terkumpul tidak logis dan meragukan.
b. Coding
Coding adalah pemberian/pembuatan kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama.
c. Tabulasi
Tabulasi adalah membuat tabel-tabel yang berisikan data yang telah diberi kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan. (Hasan, 2006: 24).
2. Analisa Data
Adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS (Software statistical Program Social Science versi 15 Windows XP), dengan langkah-langkah analisis data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Analisis Univariat
Menganalisis tiap-tiap variabel penelitian yang ada secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi. Variabel yang dianalisis secara univariat dalam penelitian ini adalah karakteristik responden.Variabel frekuensi adalah perilaku pasca pemberian imunisasi polio
b. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Analisis dalam penelitian ini menggunakan uji statistik nonparameter teknik analisis bivariat dengan uji Chi Square (X2) dengan rumus :
dimana: f yang diobservasi
f yang diharapkan
Dengan ketentuan bahwa jika harga chi square rhitung lebih kecil dari rtabel (xhitung < xtabel) dengan taraf signifikansi 5% atau 0,05., maka tidak ada hubungan, yang berarti bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Sedangkan apabila rhitung lebih besar atau sama dengan rtabel (xhitung ≥ xtabel), maka hubungannya signifikan, yang berarti bahwa Ho ditolak dan Ha diterima.
H. Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument (Arikunto, 2002: 145). Penghitungan validitas alat ukur dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu komputer program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 15 Windows XP. Adapun untuk pengujian tes digunakan teknik korelasi point biserial dikarenakan datanya dikotomi.

dengan:
= koefisien korelasi point biserial.
Mi = mean skor x dari seluruh subyek yang mendapat angka 1 pada variabel dikotomi i.
Mx = mean skor dari seluruh obyek
Sx = deviasi standar skor x
= proporsi subyek yang mendapat angka 1 pada variabel dikotomi
= skor pada variabel dikotomi
(Saifuddin Azwar, 1997: 19).
Tingkat hubungan dinyatakan sebagai koefisien-koefisien yang dihitung berdasarkan dua kelompok nilai. Jika dua variabel sangat erat hubungannya, maka koefisien korelasi mendekati +1,00 atau -1,00 hasil selanjutnya dikonsultasikan dengan tabel validitas untuk mengetahui apakah instrumen tersebut valid atau tidak. Item dinyatakan valid jika pada taraf signifikansi 5%.
Untuk menarik kesimpulan mengenai validitas suatu item, statistik (rhitung) diperbandingkan dengan nilai rtabel untuk N = 30 dan signifikansi 5% yaitu sebesar 0,361. Kriteria pengambilan keputusan yang dipergunakan adalah:
Pertanyaan no. 16 dan 21 tidak valid karena ≥ maka pertanyaan tersebut dihilangkan karena tidak termasuk dalam komponen penting pertanyaan penelitian. Instrumen diujicobakan pada 30 responden, karena dengan jumlah minimal 30 responden maka distribusi skor (nilai) akan lebih mendekati kurva normal. Jika koefisien korelasi yang diperoleh ≥ daripada di tabel nilai-nilai kritis r yaitu pada taraf signifikansi 0,05 (5%) atau 0,01 (1%), instrumen tes yang diujicobakan tersebut dinyatakan valid.
2. Uji Reliabilitas
Adalah suatu cara untuk mengetahui tingkat kehandalan instrument. Reliabilitas ada dua macam yaitu: reliabilitas eksternal, dan reliabilitas internal. Reliabilitas eksternal menunjukkan cara pengukurannya berdasarkan kriteria diluar instrument, baik dengan teknik pararel maupun teknik ulang. Teknik pararel digunakan dengan cara mengujicobakan dua instrument pada sekelompok responden. Kemudian hasilnya dikorelasikan sedangkan teknik ulang dilakukan dengan satu kali instrument tetapi dua kali pengetesan.
Reliabilitas internal menunjukkan keadaan instrument yang diperoleh berdasarkan uji coba data dan instrument tersebut. Dalam penelitian terhadap tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio hanya dilakukan uji coba reliabilitas internal dalam satu kali pengetesan terhadap responden. Teknik penghitungannya dengan rumus KR (Kuder Richardson) (Arikunto, 2002: 163).
r¬11 =
Keterangan:
r11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir soal atau butir pertanyaan
p =
q =
vt = Varians total
Kemudian angka reliabilitas instrumen yang didapatkan dibandingkan dengan tabel r. Jika didapatkan r11 lebih dari satu sama dengan r-tabel, maka instrumen tersebut handal,dan apabila r11 kurang dan r-tabel maka instrumen tersebut dikatakan tidak handal.
I. Etika Penelitian
Sebelumnya peneliti membuat inform consent atau persetujuan kepada responden dengan menuliskan jati diri, identitas peneliti, tujuan penelitian, serta permohonan kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian. Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti mendapat ijin dari STIKES ‘Aisyiyah Surakarta, Kesbang Linmas Surakarta dan RB An-Nissa Surakarta.
Etika mempunyai pengertian sebagai ukuran tingkah laku atau perilaku manusia yang baik, yakni tindakan yang tepat yang harus dilakukan oleh manusia sesuai dengan moral pada umumnya (Sofyan, 2001: 97). Etika penelitian berguna sebagai pelindung terhadap institusi tempat penelitian dan peneliti itu sendiri.
J. Keterbatasan Penelitian
Penulis menyadari bahwa dalam melakukan penelitian ini masih terdapat keterbatasan yaitu keterbatasan waktu dalam proses pengerjaan sehingga hasilnya mungkin kurang maksimal, penelitian ini merupakan penelitian pertama bagi peneliti sehingga masih dalam tahap belajar.

K. Jalannya Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Dimulai dari pengurusan ijin penelitian yang ditujukan pada RB An-Nissa dan Kesbang Linmas Surakarta, kemudian menyiapkan bahan penelitian berupa kuesioner.
2. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui pengumpulan data awal sebagai bahan untuk menyusun latar belakang permasalahan. Selanjutnya melaksanakan penelitian dengan tahapan sebagai berikut:
a. Permintaan Surat Ijin Pengambilan Penelitian dari STIKES AISYIYAH Surakarta.
b. Mengajukan Surat Penelitian ke RB AN-Nissa,dilanjutkan pengambilan data sekunder.
c. Melakukan Study pendahuluan di RB Fin
d. Menghitung jumlah populasi yaitu sebesar 600 orang dan besarnya sampel 60 responden
e. Responden yang telah terpilih sebagai sampel selanjutnya diberikan lembaran kuesioner untuk dijawab.
f. Setelah responden selesai menjawab kuesioner, kemudian kuesioner diperiksa mengenai kelengkapan serta kebenaran jawabannya. Selanjutnya kuesioner dikumpulkan untuk dilakukan pengolahan dan analisa data.

L. Jadwal Penelitian
1. Lokasi : RB An-Nissa Surakarta
2. Waktu : Penelitian dilaksanakan pada bulan 20 Mei-03 Juni 2008.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan tanggal 20 Mei sampai 03 Juni 2008 ini mempunyai tujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan perilaku pasca pemberian imunisasi polio. Responden pada penelitian ini adalah semua ibu yang mengimunisasikan polio anaknya ke RB An-Nissa Surakarta dan telah memenuhi kriteria inklusi yang disebutkan pada BAB III sebelumnya.
Dari sumber-sumber yang didapatkan, baik dari data primer maupun data sekunder setelah dilakukan analisis data didapatkan gambaran umum pengetahuan ibu tentang imunisasi polio maupun perilaku pasca pemberian imunisasi polio. Berikut ini adalah hasil penelitian secara rinci:
1. Karakteristik Responden
a. Umur
Gambar 4.1
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di RB An-Nissa
Surakarta Bulan Mei-Juni 2008

Berdasarkan Gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa umur responden terbanyak adalah 25-30 tahun yaitu 30 responden atau 50%, sedangkan paling rendah umur 43-47 tahun yaitu 2 responden atau 3,33%.
b. Pendidikan
Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan formal yang pernah ditempuh responden, yaitu SD, SMP, SMA, Akademi, dan lulus sarjana.
Gambar 4.2
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
di RB An-Nissa Surakarta Bulan Mei-Juni 2008

Mengenai tingkat pendidikan memperlihatkan responden yang terbanyak adalah SMA, yaitu 27 responden atau 45%, sedangkan paling rendah pendidikan lulus akademi, yaitu 3 responden atau 5%.
c. Pekerjaan
Pekerjaan dalam penelitian ini meliputi wiraswasta, ibu rumah tangga, swasta, PNS, pedagang, buruh.

Gambar 4.3
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pekerjaan
di RB An-Nissa Surakarta Bulan Mei-Juni 2008

Dari data diatas dapat diketahui bahwa pekerjaan responden terbanyak yaitu ibu rumah tangga yaitu 32 responden atau 53,3%, sedangkan paling rendah pekerjaan buruh dan dagang yaitu 1,66%.
d. Paritas
Penelitian ini meliputi ibu yang mempunyai anak 1, 2, 3, 4, dan 5.
Gambar 4.4
Karakteristik Responden Berdasarkan Paritas di RB An-Nissa Surakarta Bulan Mei-Juni 2008

Paritas dari keseluruhan responden terbanyak yaitu yang mempunyai anak 1 orang yaitu 26 responden atau 43,33%, sedangkan paling rendah adalah yang mempunyai anak 4 dan 5 yaitu 3 orang atau 5%.
e. Tingkat Pengetahuan
Gambar 4.5
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
di RB An-Nissa Surakarta Bulan Mei-Juni 2008

Dapat dilihat jumlah responden mayoritas yang mempunyai tingkat pengetahuan rendah sebanyak 23 responden (38 %), responden yang sedikit mempunyai tingkat pengetahuan tinggi 17 responden (28 %), dan responden dengan pengetahuan sedang 20 responden (34 %).

f. Perilaku
Gambar 4.6
Karakteristik Responden Berdasarkan Perilaku Ibu dalam Pemberian ASI Setelah Diimunisasi Polio di RB An-Nissa Surakarta
Bulan Mei-Juni 2008

Berdasarkan Gambar 4.6 di atas dari 60 responden, didapatkan 35 responden (58,33%) tidak memberikan ASI setelah bayi diimunisasi polio, sedangkan 25 responden (41,67 %) memberikan ASI setelah bayi diimunisasi polio.

2. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Polio dengan Perilaku Pemberian ASI Setelah Anak Diimuniasasi Polio di RB An-Nissa Surakarta Bulan Mei-Juni 2008
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang karena dari pengalaman dan penelitian ternyata yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (notoatmodja, 2003: 128).
Hal ini dapat dilihat dari tabel cross tabulation di bawah ini:
Tabel 4.1 Cross Tabulation antara Perilaku dan Tingkat Pengetahuan

Pemberian ASI setelah Anak Diimunisasi Polio Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio Total p value X2
Tinggi Sedang rendah
Ya 16 (26.7%) 0 (0%) 9 (15%) 25 (41.7%) 0,0001 33.589
Tidak 1 (1.7%) 20 (33.33%) 14 (23.3%) 35 (58.3%)
Total 17 (28.3%) 20 (33.3%) 23 (38.3%) 60 (100%)
Sumber: Data primer diolah, 2008
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa responden yang paling banyak adalah ibu yang tingkat pengetahuan imunisasi polio sedang dengan perilaku tidak memberikan ASI setelah bayi diimunisasi polio yaitu 20 responden atau 33,3%, sedangkan yang paling rendah adalah ibu yang tingkat pengetahuan imunisasi polio sedang dengan perilaku memberikan ASI setelah bayi diimunisasi polio yaitu 0 %.
Setelah diketahui hasil dari tabel cross tabulations antara pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan perilaku pasca pemberian ASI setelah diimunisasi polio kemudian data dianalisa untuk mencari hubungan kedua variabel dengan rumus chi square. Uji chi square dilakukan dengan program SPSS 15.00 for windows XP dengan p value 0,0001 maka disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan perilaku pasca pemberian imunisasi polio.

B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan narasi pada bagian sebelumnya, selanjutnya peneliti membahas mengenai variabel-variabel yang diteliti. Dari 60 responden yang diteliti telah dikelompokkan menurut tingkat pengetahuan dan perilaku ibu yang sebelumnnya dipaparkan menurut umur ibu, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah anak.
Berdasarkan karakteristik responden di RB An-Nissa, Gambar 4.1 menunjukkan rata-rata responden berumur antara 25-30 tahun yaitu 30 responden atau 50%, Umur merupakan ciri dari kedewasaan fisik dan kematangan kepribadian yang erat hubungannya dengan penganbilan keputusan, mulai umur 21 tahun secara hukum dikatakan mulai masa dewasa dan pada umur tiga puluh tahunan telah mampu menyelesaikan masalah dengan cukup baik, jadi stabil dan tenang secara emosional. Jadi ibu yang lebih muda kemampuannya lebih baik daripada yang lebih tua tentang perilaku pasca pemberian imunisasi polio.
Gambar 4.2 menunjukkan tingkat pendidikan ibu di RB An-Nissa, rata-rata responden berpendidikan SMA yaitu 27 responden atau 45%. Menurut Kasnodiharjo (cit. Mila 2006) Pendidikan seseorang berbeda-beda akan mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan, pada ibu yang berpendidikan tinggi lebih mudah menerima suatu ide baru dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah sehingga informasi lebih mudah dapat diterima dan dilaksanakan. Tingkat pendidikan yang diperoleh seseorang dari bangku sekolah formal dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Makin tinggi pendidikan seseorang, makin tinggi pengetahuannya tentang kesehatan.
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa dari tingkat pekerjaan ternyata sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga yaitu 32 responden atau 53,33% dan yang terkecil adalah buruh dan dagang yaitu 1 responden atau 1,67%. Gambaran sampel penelitian sebagian besar memiliki aktivitas di dalam rumah. Pemberian imunisasi pada anak sangat berhubungan dengan ibu yang tidak bekerja karena beliau lebih banyak mempunyai waktu di rumah sehingga pemberian imunisasi dapat tepat waktu (cit. Mila, 2006: 44).
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa berdasarkan paritas sebagian besar responden mempunyai anak 1 yaitu 26 responden atau 43,33% dan yang terkecil adalah ibu yang mempunyai anak 4 dan 5 yaitu 5,00%. Paritas dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan setiap individu karena ibu dengan satu anak mempunyai pengalaman sedikit tentang imunisasi.
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio yang tertinggi adalah tingkat pengetahuan rendah yaitu 23 responden atau 38,3%, sedangkan yang terendah adalah tingkat pengetahuan tinggi yaitu 17 responden atau 28,3%. Pengetahuan ibu tentang imunisasi akan membentuk sikap positif terhadap kegiatan imunisasi. Imunisasi tanpa didukung dengan kesadaran masyarakat tidaklah akan berarti, tentunya akan banyak kendala untuk mencapai target 100% (cit. Ary Chandra Herawati, 2007).
Gambar 4.6 menunjukkan perilaku ibu pasca pemberian imunisasi polio yang terbanyak adalah tidak memberikan ASI setelah anak diimunisasi polio yaitu 35 responden (58, 33%), Sedangkan yang terendah adalah memberikan ASI setelah anak diimunisasi polio yaitu 25 responden (41,67%). Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainnya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan juga mendukung dan memperkuat terbentuknnya perilaku (Notoatmodjo, 2003: 164).
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden yang dominan adalah ibu yang tingkat pengetahuan tentang imunisasi polio sedang dengan perilaku tidak memberikan ASI setelah anak diimunisasi polio yaitu sebesar 20 responden atau 33,3% hal ini disebabkan karena pengalaman ibu terhadap imunisasi bayi pada anak sebelumnya. Menurut Saparinah sadli (cit. Mila, 2006) Hubungan individu dengan lingkungan sosial saling mempengaruhi dalam interaksi perilaku kesehatan. Salah satu penyebab dari interaksi tersebut adalah kebiaasan tiap-tiap keluarga terhadap masalah kesehatan. Jika anak sebelumnya ketika bayi mendapat imunisasi dan ibu merasakan manfaatnya sangat besar terhadap kesehatan anak, maka anak selanjutnya akan diimunisasi pula. Keadaan ini yang biasa disebut dengan kebiasaan keluarga terhadap masalah kesehatan.
Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa apabila tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio baik atau tinggi, maka perilaku pasca pemberian imunisasi polio pada bayi akan baik pula. Begitu pula sebaliknya apabila tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio kurang atau rendah, maka perilaku pasca pemberian imunisasi polio pada bayi akan kurang pula. Uji chi square menggunakan alat bantu komputer program SPSS 15.00 for windows XP dengan p value 0,0001 maka disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan perilaku pasca pemberian imunisasi polio.
Hasil Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mila Sulistyaningrum (2006) yang berjudul “Hubungan Tingkat pengetahuan tentang imunisasi campak dengan perilaku pemberian imunisasi campak di desa Lipursari Leksono Wonosobo”. Hasil penelitian Mila tersebut menyebutkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi campak dengan perilaku pemberian imunisasi campak, ini berarti semakin baik tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi, maka akan semakin baik pula perilaku ibu dalam pemberian imunisasi campak.
Penelitian yang penulis teliti ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ivan kurnia Widhi (2007) yang berjudul “Hubungan antara pengetahuan imunisasi ibu dengan status kelengkapan imunisasi polio di Puskesmas I Polokarto Sukoharjo”. Hasil Penelitian Ivan yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan status kelengkapan imunisasi polio, dalam penelitian ini menjelaskan bahwa pengetahuan baik tentang imunisasi tidak menghasilkan sikap yang baik pula, ini dipengaruhi oleh faktor peran aktif petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan dan dorongan kepada masyarakat agar mereka mengimunisasikan bayinya.
Dari uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pengetahuan sangat berperan terhadap perilaku seseorang. Becker (cit. Mila, 2006) mengatakan bahwa pengetahuan individu tentang penyakit dan pencegahannya akan mempengaruhi motivasi individu untuk berperilaku sehat mempengaruhi persepsinya tentang kegawatan penyakit dan keuntungan dari perilaku tersebut.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Dari 60 responden didapatkan yaitu 23 responden (38 %) berpengetahuan rendah, dan 17 responden atau 28% berpengetahuan tinggi tentang imunisasi polio.
2. Perilaku pemberian imunisasi polio terbanyak adalah 35 responden (58, 33%) tidak memberikan ASI setelah bayi diimunisasi polio, dan 25 responden (41,67 %) memberikan ASI setelah bayi diimunisasi polio.
3. Dalam penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan perilaku pasca pemberian imunisasi polio pada bayi dibuktikan dengan p value 0,0001.
B. Saran
Berdasarkan simpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut:
1. Tenaga kesehatan (bidan) di RB An-Nissa
Diharapkan dapat lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat tentang pasca pemberian imunisasi polio pada bayi, agar ketidaktahuan masyarakat terhadap suatu hal tentang imunisasi pada bayi dapat terjawab, sehingga perilaku pasca pemberian imunisasi polio pada bayi akan semakin baik.
2. Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan hendaknya lebih banyak menyediakan buku-buku tentang imunisasi untuk memperluas pengetahuan mahasiswa dalam penelitian.
3. Peneliti selanjutnya
Diharapkan agar lebih mengembangkan penelitian yang lebih lanjut tentang perilaku ibu pasca pemberian imunisasi polio.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006, http://www.kumpulan-bocah-Indonesia.com, diperoleh tanggal 2 April 2008
Anonim. 2007. http://www.pusat-informasi-penyakit-infeksi.com, diperoleh tanggal 2 April 2008
Achmadi, U. F. 2006. Imunisasi Mengapa Perlu?. PT Kompas Media Nusantara: Jakarta.
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka Cipta: Jakarta
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Cetakan ke II. Edisi Revisi IV. PT. Rineka Cipta: Jakarta
Ary Chandra Herawati. 2007. Hubungan pengetahuan ibu dengan status imunisasi dasar pada anak usia diatas 9 bulan sampai 2 tahun di Desa Negla Wilayah Kerja Puskesmas Bojongan Kecamatan Losari Kabupaten Brebes. Cirebon: S-1 Keperawatan STIKES Cirebon
Azwar, S.1997. Reliabilitas dan Validitas Edisi III. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Cave, S, 2003. Orang Tua Harus Tahu tentang Vaksinasi Anak. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Depkes RI. 2002. Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun. Depkes RI: Jakarta
Erinakia, J. 2006. Majalah Panduan Imunisasi. PT. Sarana Kinasih Satya Sejati: Jakarta
Enny yuliaswati, S.SiT dan Kamidah, S.SiT. 2006. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Imunisasi dengan Perilaku Ibu terhadap Imunisasi Bayi. Surakarta: STIKES Aisyiyah
Gendra. 2002. Pengaruh aktivitas antipoliomyelitic dalam ASI (Air Susu Ibu) terhadap Vaksinasi Polio (OPV). Email:Gendra@litbang.depkes.go.id
Hidayat, A, 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Salemba Medika: Jakarta
Hadi, S, 2004. Statistik. Jilid 2. Andi. Yogyakarta
Hasan. 2006. Analisa Data Penelitian Dengan Statistik. Bumi Aksara: Jakarta
Ivan Kurnia Widhi. 2007. Hubungan antara Pengetahuan Imunisasi Ibu dengan Status Kelengkapan Imunisasi Polio di puskesmas I Polokarto, Sukoharjo: D3 Kebidanan STIKES Aisyiyah
Machfoeds, I. 2005. Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan Masyarakat. Edisi ke-2. Fitramaya: Yogyakarta
Maharani, T . 2007. ASI kurangi khasiat obat bayi?. www/http.infopenyakit.com
Markum, A. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan Ulang. Fakultas Kedokteran UI: Jakarta
Mila Sulistyaningrum. 2006. Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi campak dengan perilaku pemberian imunisasi campak pada bayi di Desa Lipursari Leksono Wonosobo. Yogyakarta: STIKES ‘Aisyiyah
Muhammad, Ali. 2003. Pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu bekerja dan ibu tidak bekerja tentang imunisasi tahun 2002. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT. Rineka Cipta: Jakarta
Nursalam dan Siti Pariani. 2001, Pendekatan Praktis Metodelogi Riset Keperawatan. CV. Sagung Seto: Jakarta
Shelov, S. 2004. Perawatan untuk Bayi dan Balita. Arcan: Jakarta
Sugiyono. 2002. Statistika untuk Penelitian. Cetakan Keempat. Alfabeta: Bandung
Supartini, Y. 2002. Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC: Jakarta
Wahyuni. (2006). Hubungan Karakteristik Ibu dan anak Dukungan suami terhadap Praktek pemberian ASI di Kecamatan Bendosari kabupaten Sukoharjo. Penelitian S-2. Surakarta: ‘Aisyiyah.

KUESIONER.
KUESIONER TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI POLIO

No Pertanyaan Benar Salah
1 Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan pada anak.
2 Imunisasi adalah sejenis vitamin yang dimasukkan kedalam tubuh bayi
3 Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah dan menghilangkan semua jenis penyakit
4 Kekebalan fisik buatan diperoleh setelah anak mendapat imunisasi
5 Setelah diimunisasi anak akan menjadi sakit
6 Imunisasi terdiri dari DPT,POLIO, HEPATITIS,BCG, CAMPAK
7 Imunisasi polio adalah imunisasi untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit polio.
8 Imunisasi polio tidak boleh diberikan pada anak yang sedang diare
9 Imunisasi polio diberikan pada anak untuk melindungi anak dari penyakit polio/lumpuh
10 Imunisasi polio hanya diberikan 2x pada umur 0-6 bulan
11 Efek samping imunisasi polio adalah anak menjadi panas
12 Cara pemberian imunisasi polio adalah lewat mulut
13 Imunisasi polio diberikan 2 tetes
14 Imunisasi polio diberikan sebanyak 4x.
15 Setelah diberi imunisasi polio, anak akan menjadi lumpuh.
16 Penyakit polio dapat menular melalui tinja penderita polio.
17 Gejala polio adalah kaki mendadak lumpuh
18 Setelah mendapat imunisasi polio anak tidak mungkin terserang polio
19 Pemberian imunisasi polio bisa diberikan pada anak yang baru lahir.
20 Dampak pemberian imunisasi anak dapat terserang penyakit


KUESIONER PERILAKU PASCA PEMBERIAN IMUNISASI POLIOz,

Pertanyaan Ya Tidak
Apakh ibu langsung memberikan ASI setelah anak diimunisasi polio.

0 komentar: