KTI Askeb Retensio Sisa Plasenta

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator pelayanan kesehatan di suatu negara. Angka kematian ibu di Indonesia sendiri masih sangat tinggi. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2005, angka kematian ibu saat melahirkan adalah sebanyak 262 per 100.000 kelahiran hidup, angka kematian ibu di Jawa Tengah adalah 252 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dua kali lipat lebih tinggi dari target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yakni 102 per 100.000 kelahiran hidup (Erlina, 2008). Menurut Manuaba (1998), penyebab kematian maternitas terbanyak adalah perdarahan (40-60%), eklampsia (20-30%) dan infeksi (15-30%).
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Dengan demikian asuhan pada masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya (Saefudin,2001). Asuhan kebidanan pada masa nifas tidak hanya diberikan kepada ibunya saja namun asuhan juga diberikan kepada bayinya,mengingat kematian neonatus sampai saat ini merupakan mortalitas tertinggi sepanjang kehidupan manusia dan berhubungan erat dengan angka kematian bayi.
Dalam angka kematian bayi dikenal dengan istilah the two third rule atau aturan dua pertiga (2/3), yaitu aturan yang memperlihatkan bahwa dua per tiga dari seluruh kematian bayi berusia di bawah satu tahun merupakan kematian bayi usia kurang dari 1 bulan, dari kematian bayi usia kurang dari 1 bulan tersebut dua pertiga merupakan kematian bayi berusia kurang dari 1 minggu, dan bua pertiga dari jumlah bayi yang meninggal pada usia kurang dari 1 minggu tersebut meninggal pada 24 jam pertama.
Karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya maka sangat diperlukan asuhan pada masa nifas. Pada masa ini terjadi perubahan- perubahan fisiologi yaitu : perubahan fisik, involusi uterus, dan pengeluaran lochea, laktasi/pengeluaran air susu ibu, perubahan sistem tubuh lainnya dan perubahan psikologi.
Tujuan asuhan masa nifas antasa lain : menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologi, melaksanakan skrining komprehensif mendeteksi masalah mengobati, atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya, memberikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan kesehatan diri, nutrisi, menyusui (ASI), keluarga berencana, pemberian imunisasi pada bayi dan perawatan bayi sehari-hari, dan memberikan pelayanan keluarga berencana.

B. Perumusan Laporan Klinik
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dapat dirumuskan “Bagaimana Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Dengan Nifas Normal ? ”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dalam melaksanakan praktik klinik kebidanan II, mahasiswa Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Kebidanan diharapkan mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas normal dengan pendekatan manajemen kebidanan yang didasari konsep, sikap, dan keterampilan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian asuhan kebidanan pada kasus ibu nifas normal
b. Mampu menginterprestasikan data yang ada sehingga mampu menyusun diagnosa kebidanan , masalah dan kebutuhan pada ibu nifas normal.
c. Mampu menerapkan diagnosa potensial pada ibu nifas normal.
d. Mampu melaksanakan identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera pada asuhan kebidanan ibu nifas normal.
e. Mampu merencanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas normal.
f. Mampu melaksanakan tindakan kebidanan sesuai dengan kebutuhan dan masalah.
g. Mampu melaksanakan evaluasi terhadap penanganan kasus ibu nifas normal.
h. Mampu mendokumentasikan hasil pengkajian kasus secara Varney.
i. Mampu mendokumentasikan secara SOAP ( subyektif, obyektif, analisa,planing ) sebagai catatan perkembangan.

D. Metode Penulisan dan Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Metode yang digunakan untuk memperoleh data dan hasil pengamatan dan melakukan tindakan aktif terhadap klien, selama dalam masa perawatan masa nifas.
2. Wawancara
Suatu metode yang digunakan untuk pengumpulan data subyektif yaitu dengan wawancara langsung dengan pasien ibu sendiri antara lain Riwayat Kesehatan Ibu selama hamil, Riwayat Kesehatan Keluarga, Psikososial, Pola eliminasi (BAB dan BAK), Pola Nutrisi, Pola istirahat, dll.
3. Pemeriksaan Fisik:
a. Inspeksi
Merupakan proses observasi dengan menggunakan periksa pandang Head to toe.
b. Palpasi
Pemeriksaan fisik secara palpasi adalah dengan menggunakan sentuhan atau perabaan.
4. Studi Dokumentasi
Penulis menggunakan catatan medis pasien untuk mengumpulkan data tentang pasien.

E. Sistematika Penulisan

JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan Laporan Klinik
C. Tujuan
D. Metode Penulisan dan Teknik Pengumpulan Data
E. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Pengertian
2. Perubahan Fisiologi masa nifas
3. Perawatan masa nifas
B. Landasan Teori Asuhan Kebidanan
1. Pengertian
2. Manajemen Asuhan Kebidanan
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
B. Interpretasi Data
C. Diagnosa Potensial
D. Tindakan Segera
E. Perencanaan
F. Pelaksanaan
G. Evaluasi
H. Catatan Perkembangan

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Landasan Teori
1.Pengertian
Masa nifas ( puerperium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali ke keadaan seperti pra hamil, lama nifas yaitu 6-8 minggu.(Rustam, 1998). Masa nifas ( puerperium) dimulai setelah kelahiran placenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saifudin,2001).
Masa nifas mulai setelah partus selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu,akan tetapi seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Sarwono,2006).
Masa nifas (postpartum/puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti melahirkan. Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan (Erlina,2008).
Klasifikasi masa nifas terbagi dalam 3 periode menurut Mochtar (1998), yaitu :
a. Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan.
b. Puerperium intermedial adalah kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
c. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi,waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulan atau tahun.
2. Perubahan fisiologi masa nifas.
a. Involusio alat-alat kandungan
Dalam masa nifas,alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat-alat genetalia ini dalam keseluruhannya disebut involusi (Sarwono,2006).
Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan relaksasi, akan menjadi keras sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi placenta.
Tabel I : Tabel TFU dan berat uterus menurut masa involusi
Involusio Tinggi Fundus Uteri Berat uterus (gr )
Setelah bayi lahir
Setelah plasenta lahir
1 minggu
2 minggu
6 minggu
8 minggu Setinggi pusat
2 jari dibawah pusat
Pertengahan pusat-simfisis
Tidak teraba diatas simfisis
Bertambah kecil
Sebesar normal 1000 gr
750 gr
500 gr
350 gr
50 gr
30 gr
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi necrotic (layu/mati). Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan desidua tersebut dinamakan lochia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat. Lochia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lochia mengalami perubahan karena proses involusi. (Erlina, 2008).
Tabel 2 : pengeluaran lochia berdasarkan waktu dan warnanya
Lochia Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah kehitaman Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa darah
Sanginolenta 3-7 hari Putih bercampur merah Sisa darah bercampur lender
Serosa 7-14 hari Kekuningan/ kecoklatan Lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta
Alba >14 hari Putih Mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.

Perubahan – perubahan yang terdapat pada servik ialah segera postpartum bentuk serviks agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk seperti cincin. Warna serviks sendiri merah dan kehitam-hitaman karena pembuluh darah . Konsistensinya lunak.
Segera setelah janin dilahirkan, tangan pemerika masih dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Setelah dua jam hanya dapat dimasukkan 2-3 jari , dan setelah 1 minggu, hanya dapat di masukkan 1 jari ke dalam kavum uteri. Hal ini baik diperhatikan dalam menangani uri.( Sarwono,2006)
Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi, dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah 3 hari, permukaan endometrium mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian yang mengalami degenerasi. Sebagian besar endometrium terlepas. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis, yang memakan waktu 2 sampai 3 minggu. Jaringan-jaringan ditempat implantasi plasenta mengalami proses yang sama, ialah degenerasi dan kemudian terlepas. Pelepasan jaringan berdegenerasi ini berlangsung lengkap. Dengan demikian , tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas tempat implantasi plasenta. Bila yang terakhir ini terjadi , maka ini dapat menimbulkan kelainan pada kehamilan berikutnya.

b. Hemokonsentrasi
Pada masa hamil didapat hubungan pendek yang dikenal sebagai shunt antara sirkulasi ibu dan pasenta. Setelah melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah pada ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini menimbulkan beban pada jantung, sehingga dapat menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitium kordis. Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Umumnya hal ini terjadi pada hari-hari ke 3 sampai 15 hari post partum (Sarwono,2006)

c. Laktasi
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu (ASI), yang merupakan makanan pokok terbaik bagi bayi yang bersifat alamiah (Erlina, 2008).
Perawatan payudara dimulai sejak usia kehamilan 6 bulan, apabila tidak ada riwayat abortus. Jika ada riwayat abortus bisa dimulai kehamilan usia 8 bulan. ASI merupakan sumber yang menjadi makanan utama bagi bayi, ASI juga mempunyai manfaat yang besar, antara lain : nutrient yang sesuai untuk bayi, sebagai zat kekebalan. (Mochtar, 1998 dalam Mu’ah S, 2005).
Berbagai hormon, misalnya estrogen, progesteron, korionik gonadotropin manusia, kortisol, insulin, prolaktin, dan laktogen placenta memainkan peran yang penting dalam mempersiapkan payudara untuk laktasi. Pada saat kelahiran ada dua kejadian yang merupakan alat untuk memulai laktasi. Pertama penurunan hormon placenta (terutama estrogen) memungkinkan terjadinya laktasi. Kedua, menyusui akan merangsang pelepasan prolaktin dan oksitosin (Hacker/Moore,2001).
Produksi ASI masih sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak terjadi produksi ASI. Ada 2 refleks yang sangat dipengaruhi oleh keadaan jiwa ibu, yaitu:
1. Refleks Prolaktin .Pada waktu bayi menghisap payudara ibu, ibu menerima rangsangan neurohormonal pada putting dan areola, rangsangan ini melalui nervus vagus diteruskan ke hypophysa lalu ke lobus anterior, lobus anterior akan mengeluarkan hormon prolaktin yang masuk melalui peredaran darah sampai pada kelenjar-kelenjar pembuat ASI dan merangsang untuk memproduksi ASI.
2. Refleks Let Dow. Refleks ini mengakibatkan memancarnya ASI keluar, isapan bayi akan merangsang putting susu dan areola yang dikirim lobus posterior melalui nervus vagus, dari glandula pituitary posterior dikeluarkan hormon oxytosin ke dalam peredaran darah yang menyebabkan adanya kontraksi otot-otot myoepitel dari saluran air susu, karena adanya kontraksi ini maka ASI akan terperas ke arah ampula . (Erlina, 2008)
Untuk menghadapi masa laktasi (menyusukan) sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mamma yaitu :
1) Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar,alveoli, dan jaringan lemak bertambah.
2) Keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut colostrum, berwarna kuning-putih susu.
3) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
4) Setelah persalinan,pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang. Maka timbul pengaruh hormon Laktogenik(LH) atau prolaktin yang merangsang air susu. Disamping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan mio-epitel kelenjar susu berkonsentrasi sehingga air susu keluar. Produksi akan banyak sesudah 2-3 hari post partum
Bila bayi mulai disusui, isapan pada puting susu merupakan rangsangan psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oksitosin dikeluarkan oleh hipofise. Produksi air susu ibu (ASI) akan lebih banyak. Sebagai efek positif adalah involusio uteri akan lebih sempurna. Disamping ASI merupakan makanan utama bayi yang tidak ada bandingnya, menyusukan bayi sangat baik untuk menjelmakan rasa kasih sayang antara ibu dan anaknya (Rustam,1998). Tanda apabila bayi telah diberi ASI dengan cukup,antara lain :
1) Bayi kencing setidaknya 6 kali dalam 24 jam, warnanya jernih sampai kuning muda.
2) Bayi sering buang air besar berwarna kekuningan “berbiji”.
3) Bayi tampak puas, sewaktu-waktu merasa lapar, bangun dan tidur cuku. Bayi yang selalu tidur bukan pertanda baik
4) Bayi setidaknya menyusu 10-12 kali dalam 24 jam.
5) Payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap kali selesai menyusui.
6) Ibu dapat merasakan rasa geli karena aliran ASI, setiap kali bayi mulai menyusu.
7) Bayi bertambah berat badannya.
(Saifudin,2002)
Untuk meningkatkan suplai ASI, maka bayi harus di susukan setiap 2 jam siang dan malam dengan lama menyusui 10-15 menit di setiap payudara,jika bayi selama 2 jam masih tidur maka bangunkan bayi, setiap kali menyusui pastikan bayi menyusu dengan posisi menempel yang baik dan dengarkan suara menelan yang aktif, susui bayi ditempat yang tenang dan nyaman dan minumlah setiap kali menyusui, kemudian tidurlah di bersebelahan dengan bayi.
Untuk ibu yang harus dilakukan agar suplai ASI menjadi banyak adalah : ibu harus meningkatkan istirahat dan minum, disamping itu petugas kesehatan harus megamati ibu yang menyusui bayinya dan mengoreksi setiap kali terdapat masalah pada posisi penempelan, dan yakinlah bahwa ia dapat memproduksi susu lebih banyak dengan melakikan hal-hal tersebut di atas. Di samping itu ibu nifas juga harus melakukan perawatan payudara,antara lain dengan cara seperi berikut:
1) Menjaga payudara tetap bersih dan kering.
2) Menggunakan BH yang menyokong payudara.
3) Apabila putting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar putting yang tidak lecet.
4) Apabila lecet sangat berat dapat di istirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan di minumkan dengan sendok.
5) Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat minum paracetamol 1 tablet setiap 4-6 jam.
6) Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI, lakukan:
(a) pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hangat.
(b) Urut payudara dari pangkal menuju putting atau gunakan sisir untuk mengurut payudara dengan arah “Z” menuju puting.
(c) Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga puting susu menjadi lunak.
(d) Susukan bayi setiap 2-3 jam. Apabila tidak dapat mengisap seluruh ASI sisanya keluarkan dengan tangan.
(e) Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
( Saifudin,2002)

d. Perubahan sistem pencernaan.
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan, haemoroid, laserasi jalan lahir. Agar buang air besarl teratur dapat diberikan diet/makanan yang mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. Apabila ini tidak berhasil dapat di berikan suposiyoria biskodil per rektal untuk melunakkan tinja ( Derek Liewellyn-Jones,2002)
Wanita yang menderita haemoroid selama kehamilan sering mengeluh bahwa mereka lebih merasakan nyeri pada masa post partum. Satu dari 20 wanita mengalami haemoroid untuk pertama kali sewaktu melahirkan , tetapi kebanyakan kasus ini akan hilang dalam waktu dua atau tiga minggu (Derrek Liewellyn-Jones,2002)
e. Perubahan sistem perkemihan.
Kesulitan miksi mungkin terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan karena refleks penekanan aktivitas detrusor yang disebabkan oleh tekanan pada basis kandung kemih selama melahirkan. Jika tidak dapat mengeluarkan urin mungkin diperlukan kateterisasi ( Derek Liewellyn-Jones,2002).
Kandung kencing dalam puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau sesudah kencing masih tertinggal urine residual (normal + 15 cc). Sisa urine dan trauma pada kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi (Erlina, 2008).

f. Perubahan sistem Musculoskeletal
Ligamen,fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum rotundum menjadi kendor.(Rustam,1998).
Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan..Sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan (Erlina, 2008).

g. Perubahan sistem endokrin.
Perubahan – perubahan endokrinologi yang terjadi selama kehamilan pulih kembali dengan cepat. Beberapa jam setelah placenta keluar, kadar hormon-hormon placenta, human placental lactogen dan (hPL) chorionic gonadotrophin hormon ( hCG) turun dengan cepat. Dalam 2 hari, hPL sudah tidak dapat terdeteksi dalam serum dan pada hari ke 10 postpartum, hCG sudah tidak dapat terdeteksi lagi. Kadar estrogen dan progerteron dalam serum menurun dengan cepat dalam 3 hari pertama masa nifas dan mencapai kadar tidak hamil sebelum hari ke 7 setelah melahirkan. Kadar ini akan tetap demikian jika wanita menyusui bayinya, jika tidak, estradiol akan meningkat, yang menunjukkan pertumbuhan folikular. Di antara wanita menyusui, kadar prolaktin (hPr) meningkat setelah bayi menyusu ( Derek Liewellyn-Jones,2002).

h. Perubahan tanda-tanda vital.
1) Suhu badan
Satu hari (24jam) postprtum suhu badan akan naik sedikit (37,5°C - 38°C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila keadaan normal suhu badan menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena adanya pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, tractus genitalis atau sistem lain.
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat
3) Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya preeklampsi postpartum.
4) Respirasi
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas (Erlina, 2008).

i. Perubahan sistem Hematologi.
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai 15000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama dari masa postpartum. Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik lagi sampai 25000 atau 30000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah hemoglobine, hematokrit dan erytrosyt akan sangat bervariasi pada awal-awal masa postpartum sebagai akibat dari volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi wanita tersebut. Kira-kira selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobine pada hari ke 3-7 postpartum dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu postpartum (Erlina, 2008).

j. Perubahan psikologi ibu nifas.
Sebagian perempuan menganggap bahwa masa–masa setelah melahirkan adalah masa–masa sulit yang akan menyebabkan mereka mengalami tekanan secara emosional. Gangguan–gangguan psikologis yang muncul akan mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, dan sedikit banyak mempengaruhi hubungan anak dan ibu dikemudian hari. Hal ini bisa muncul dalam durasi yang sangat singkat atau berupa serangan yang sangat berat selama berbulan–bulan atau bertahun – tahun lamanya.
Secara umum sebagaian besar wanita mengalami gangguan emosional setelah melahirkan.(Regina dkk, 2001), bentuk gangguan postpartum yang umum adalah depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi serta emosional.Gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara maupun multipara.
Menurut DSM-IV, gangguan pascasalin diklasifikasikan dalam gangguan mood dan gejala adalah dalam 4 minggu pascapersalinan.
dan 3 tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah maternity blues, postpartum depression dan postpartum psychosis (Ling dan Duff, 2001).
1) Maternity blues / post partum blues
yaitu kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua hari hingga dua minggu sejak kelahiran bayi. Di tandai dengan gejala:
(a) Cemas tanpa sebab.
(b) Menangis tanpa sebab.
(c) Tidak sabar.
(d) Tidak percaya diri.
(e) Sensitive.
(f) Mudah tersinggung.
(g) Merasa kurang menyayangi bayinya.
2) Postpartum depression.
Postpartum depression yaitu depresi pasca persalinan yang berlangsung sampai berminggu – minggu atau bulan dan kadang ada diantara mereka yang tidak menyadari bahwa yang sedang dialaminya merupakan penyakit.

Di tandai dengan gejala-gejala,antara lain adalah sebagai berikut :
(a) Trauma terhadap intervensi medis yang dialami.
(b) Kelelahan
(c) Perubahan perasaan.
(d) Gangguan nafsu makan.
(e) Gangguan tidur.
(f) Tidak mau berhubungan dengan orang lain.
(g) Tidak mencintai bayinya.
(h) Ingin menyakiti bayi atau dirinya atau keduanya.
3) Postpartum psychosis.
Dalam kondisi seperti ini terjadi tekanan jiwa yang sangat berat karena bisa menetap sampai setahun dan bisa juga selalu kambuh gangguan kejiwaannya setiap pasca melahirkan.

Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan , ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut:
1) Fase Taking In.
Yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Hal ini cenderung ibu menjadi pasif terhadap lingkungannya
2) Fase Taking hold.
Yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Pada fase ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga timbul percaya diri.
3) Fase Letting go.
Merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya sudah meningkat.

3. Anatomi dan Fisiologi Perineum
a. Perineum
Perineum terletak di antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm (Wiknjosastro, 2002). Secara anatomi, badan perineum berbentuk segitiga dari kulit. Dua otot superficial (bulbokavernosus dan perineal transversum) dan satu otot profunda (puboksigeus) (Johnson dan Taylor, 2004). Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.
Menurut Wiknjosastro, 2000 pada proses persalinan sering terjadi ruptur perineum disebabkan antara lain :
1) Kepala janin lahir terlalu cepat
2) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3) Riwayat jahitan pada perineum
4) Pada persalinan dengan distosia bahu
Menurut Manuaba (1998), ruptur perineum dibedakan menjadi 4 kategori, yaitu :
1) Derajat pertama
Ruptur yang mengenai mukosa dan kulit perineum.
2) Derajat kedua
Ruptur yang mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum.
3) Derajat ketiga
Ruptur yang mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinter ani.
4) Derajat keempat
Ruptur yang mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinter ani yang meluas sampai ke mukosa rectum.
Menurut Asuhan Persalinan Normal (2004), kewenangan bidan dalam penjahitan luka ruptur perineum hanya pada derajat satu dan dua, sedangkan untuk derajat ketiga atau keempat sebaiknya bidan melakukan kolaborasi atau rujukan ke rumah sakit, karena ruptur ini memerlukan teknik dan prosedur khusus.
b. Penjahitan luka
Jahitan merupakan pengikatan atau ligasi pembuluh darah dan menghubungkan antara dua tepi luka dengan menggunakan bahan berupa benang (Mansjoer, 2001). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penjahitan merupakan tindakan menghubungkan jaringan yang terputus atau terpotong untuk menghentikan perdarahan dengan menggunakan benang.
Prinsip umum yang harus dilakukan dalam penjahitan luka ruptur adalah sebagai berikut :
1) Penyembuhan akan terjadi lebih cepat bila tepi-tepi kulit dirapatkan satu sama lain dengan hati-hati.
2) Tegangan dari tepi-tepi kulit harus seminimal mungkin atau kalau mungkin tidak ada sama sekali. Ini dapat dicapai dengan memotong atau merapikan kulit secara hati-hati.
3) Setiap ruang mati harus ditutup, baik dengan jahitan subcutan yang dapat diserap atau dengan mengikutsertakan lapisan ini pada waktu menjahit kulit.
Jahitan halus tetapi banyak yang dijahit pada jarak yang sama lebih disukai dari pada jahitan yang lebih besar dan berjauhan.
c. Lama penyembuhan luka jahitan perineum
Luka-luka pada jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari (Mochtar, 1998).
Ruptur perineum dan laserasi biasanya pulih dalam waktu satu minggu setelah melahirkan walaupun area tersebut sensitif dalam waktu yang lebih lama (Handerson dan Jones, 2006).
Luka jahitan dikatakan sembuh apabila kedua sisi perlukaan tampak menyatu dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi (Handajani, 2006).
Adapun tanda-tanda infeksi menurut Saifuddin, 2002 adalah :
1) Luka dan nyeri
2) Eritema (kemerahan) dan edema di luar insisi

3. Perawatan masa nifas.
Di masa lampau perawatan puerperium sangat konservatif, dimana ibu nifas diharuskan tidur terlentang selama 40 hari. Dampak sikap demikian pernah dijumpai di Surabaya, terjadi adhesi antara labium minus dan labium mayus kanan dan kiri, dan telah berlangsung hampir 6 tahun ( Manuaba, 1998).
Perawatan wanita pada masa nifas menjadi lebih mudah dengan diperbolehkannya mobilisasi dini (Derrek Liewellyn-Jones,2002). Perawatan ambulasi dini mempunyai keuntungan antara lain sebagai berikut :
a. Melancarkan pengeluaran lokia, mengurangi infeksi puerperium.
b. Mempercepat involusi alat kandungan.
c. Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan.
d. Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.

Perawatan puerperium dilakukan dalam bentuk pengawasan sebagai berikut:
a. Rawat gabung
Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama-sama sehingga ibu lebih banyak memperhatikan bayinya, segera dapat memberikan ASI, sehingga kelancaran pengeluaran ASI lebih terjamin.
b. Pemeriksaan umum.
Meliputi kesadaran penderita dan keluhan yang dirasakan setelah persalinan.
c. Pemeriksaan khusus.
(1) Fisik : Tekanan darah,nadi,suhu,respirasi.
(2) Fundus uteri : TFU, kontraksi uterus,
(3) Payudara : Putting susu,pembengkakan,pengeluaran ASI
(4) Luka jahitan episiotomi : Baik/terbuka,apa ada tanda infeksi ( kolor, dolor,fungsiolesa, dan pernanahan)

d. Pemulangan parturien dan pengawasan ikutan.
Parturien dengan persalinan berjalan lancar dan spontan dapat di pulangkan setelah mencapai keadaan baik dan tidak ada keluhan. Parturien di pulangkan setelah 2-3 hari dirawat
Setelah pasien pulang paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah-masalah yang terjadi.
Tabel 3 : Jadwal kinjungan ibu nifas.
Kunjungan Waktu Tujuan
1 6-8 jam setelah persalinan. a. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan.
c. Memberi konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
d. Pemberian ASI awal.
e. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia.
Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil.
2 6 hari setelah persalinan. a. Memastikan involusi uterus berjalan normal: uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
c. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
3 2 minggu setelah persalinan. Sama seperti 6 hari setelah persalinan.
4 6 minggu setelah persalinan. a. Menenyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia alami atau bayi alami.
b. Memberikan konseling untuk KB secara dini.

B. Landasan Teori Asuhan Kebidanan
1. Pengertian
Asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah, suatu metode untuk berfikir dan bertindak secara sistematis dan logis berdasarkan teori ilmiah, peneuian-penemuan dalam memberikan asuhan pada klien, untuk mengambil keputusan yang berfokus pada klien (Varney,1997).

2. Proses Manajemen Kebidanan.
Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan yang di mulai dari pengumpulan data dan berakhir dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap, yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi. Akan tetapi setiap langkah tersebut bisa dipecah-pecah ke dalam tugas-tugas tertentu dan semuanya bervariasi sesuai dengan kondisi klien.
Langkah – langkah manajemen kebidanan tersebut adalah :
a. Langkah I : Pengkajian
Pengkajian data sebagai dasar proses asuhan kebidanan yang kegiatannya bertujuan untuk mengumpulkan data / informasi mengenai keadaan pasien. Data yang dikumpulkan berupa data subyektif dan data obyektif serta data penunjang ( laboratorium). Untuk memperoleh data tersebut dilakukan dengan cara : anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan : inspeksi, palapsi, perkusi, dan auskultasi serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) serta catatan terbaru dan sebelumnya.
Urutan pelaksanaan pada langkah pengkajian data adalah sebagai berikut:
1) Anamnesa
a) Identitas pasien dan suami : nama pasien dan suami, umur pasien dan suami,agama/suku bangsa pasien dan suami, pendidikan pasien dan suami, pekerjaan pasien dan suami,alamat.
b) Alasan masuk rumah sakit/alasan dirawat.
c) Riwayat persalinan : Persalinan keberapa, tempat persalinan (dirumah, bidan, RB atau rumah sakit), penolong persalinan ( oleh dukun,bidan atau dokter), jenis persalinan ( normal, spontan atau dengan tindakan ), keadaan plasenta ( selaput utuh / tidak,ukuran, berat, insersi plasenta, panjang tali pusat ), perineum di episiotomi / tidak, perdarahan selama persalinan ( meliputi kala 1,2,3,4)
d) Riwayat bayi : tanggal dan jam lahir, berat badan lahir, panjang badan lahir, APGAR SCORE, lingkar dada, lingkar kepala, ada cacat bawaan / tidak( atresia ani, anencefalus, bibir sumbing,dll ), umur kehamilan saat persalinan.
e) Riwayat post partum : Status emosional ibu, pola tidur ada gangguan / tidak, pola eliminasi ( sudah BAK dan BAB/ belum, lancar / tidak )
f) Lingkungan sosial : Respon keluarga dan lingkungan terhadap persalinan ibu.
g) Data psikologis : respon ibu terhadap kelahiran bayinya.
h) Data spiritual : keaktifan ibu dalam beribadah.
i) Riwayat kesehatan :
(1) Penderita : Apakah ibu pernah menderita penyakit jantung, sakit TBC, asthma, kencing manis, sakit kuning, epilepsi, dan apakah ibu pernah mengalami operasi.?
(2) Keluarga : Apakah didalam keluarga ada yang mempunyai riwayat penyakit jantung, hipertensi, diabetes militus, TBC, asthma, epilepsi, dan keterunan kembar?
j) Riwayat kontrasepsi : Apakah ibu pernah memakai alat kontrasepsi, jenis alat kontrasepsi yang di pakai, kapan memulainya, dimana , dan apakah pernah drop out?

2) Data Obyektif
a. Pemeriksaan umum :
(1) Bagaimana keadaan umum ( baik/sedang/jelek), kesadaran, keadaaan emosional.
(2) Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi, respirasi, suhu.
b. Pemeriksaan fisik ( inspeksi dan palpasi )
(1) Muka : Apakah pucat, ada oedem?
(2) Mata : Penglihatan (baik/kabur), conjungtiva (merah atau anemis), sklera (putih atau ikterik)
(3) Mulut : Keadaannya (bersih/tidak), apakah ada gigi yang berlubang, apakah ada caries, apakah gusi epulis, apakah ada stomatitis ?.
(4) Kelenjar thyroid : Apakah ada pembesaran atau tidak ?
(5) Kelenjar getah bening : Apakah ada pembesaran atau tidak ?
(6) Dada : Simetris / tidak, apakah ada retraksi, apakah payudara mengalami pembesaran?
(7) Payudara : Ada benjolan/tidak, pengeluaran (ASI,kolostrum) sudah/belum?
(8) Abdomen : Ada bekas operasi/tidak, TFU, kontraksi, konsistensi uterus (keras/lembek)?
(9) Perineum : Apakah ada oedem, ruptur derajat berapa, kondisi jahitan apakah ada tanda-tanda infeksi ( kolor, dolor, fungiolesa, pernanahan ) ?.
(10) Vulva : Apakah ada oedem, apakah kemerahan, apakah ada pengeluaran ?

(11) Lokhea : warnanya, berbau atau tidak, jumlah ( berapa kali ganti pembalut, 1 pembalut penuh/tidak) ?
(12) Anus : Ada haemoroid atau tidak ?
(13) Ekstremitas : Apakah ada oedem, nyeri atau tidak, reflek patella, tanda homan ( -/+) ?
b. Langkah II : Interprestasi Data
Pada langkah ini data dasar yang telah dikumpulkan diinterprestasikan menjadi masalah atau diagnosa spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan penanganan. Berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan seperti dilakukan pengkajian maka dapat dirumuskan diagnosa kebidanan.
Diagnosa : Seorang ibu P A umur (tahun) post partum hari keberapa
Dasar : Keadaan umum, Vital sign, FLEEB ( fundus, lokhea, eliminasi, episiotomi, breast ).
c. Langkah III: Diagnosa potensial
Mengidentifikasi masalah dan diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah di identifikasi karena membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan,. Bidan diharapkan dapat waspada dan siap mencegah diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi.
d. Langkah IV : Antisipasi
Pada langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Beberapa data mengidentifikasikan keadaan gawat dimana bidan harus segera bertindak atau dikonsultasikan / kolaborasi dokter spesialis obsgin atau dengan tim kesehatan lain sesuai kondisi pasien.
e. Langkah V : Intervensi atau rencana tindakan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya.
Semua keputusan yang di kembangkan harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan keadaan pasien.
Rencana asuhan pada ibu nifas normal adalah :
1) Jelaskan pada ibu dan keluarga tentang pemeriksaan yang telah dilakukan.
2) Observasi keadaan umum, vital sign, TFU, kontraksi uterus dan pengeluaran pervaginam.
3) Beri penjelasan tentang fisiologi nifas.
4) Beri penjelasan tentang tanda bahaya nifas.
5) Anjurkan ibu untuk mobilisasi dini.
6) Anjurkan ibu untuk segera menyusui bayinya.
7) Beri KIE tentang perawatan perineum.
8) Anjurkan ibu untuk menjaga personal hygiene.
9) Beri KIE tentang perawatan payudara.
10) Beri KIE tentang ASI eksklusif.
11) Anjurkan ibu untuk istirahat cukup
12) Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan dengan gizi yang cukup.
13) Kolaborasi dengan dokter untuk program pemberian terapi.
14) Beri KIE pada ibu tentang keluarga berencana.
f. Langkah VI : Implementasi
Pada langkah ini melaksanakan rencana asuhan secara efisien dan aman, menyeluruh seperti yang telah di uraikan pada langkah kelima (perencanaan).
g. Langkah VII : Evaluasi.
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah dilaksanakan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan, apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif dan sebaian belum efektif.
Mengingat bahwa proses manajemen ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut.
Hasil yang diharapkan dari asuhan kebidanan pada ibu nifas normal ini adalah keadaan umum baik, vital sign stabil (normal), aktivitas/mobilisasi lancar, laktasi lancar tidak ada masalah, involusi baik, tidak terjadi perdarahan post partum baik dini maupun lanjut, luka jalan lahir sembuh/tidak terjadi infeksi, ibu dapat merawat bayinya dengan baik.
Berdasarkan evaluasi, selanjutnya rencana asuhan ditulis dalam catatan perkembangan yang mencakup SOAP meliputi :
1. SUBYEKTIF = data yang didapat dari pertanyaan yang diberikan secara langsung kepada pasien (anamnesa).
2. OBYEKTIF = data yang di peroleh dari observasi dan pemeriksaan.
3. ANALISIS = menyatakan gangguan atau diagnosa, masalah dan kebutuhan yang terjadi atas dasar data subyektif dan obyektif.
4. PLANING = di dalam PLANING ini mengandung pelaksanaan dan evaluasi yang di buat sesuai masalah dan kebutuhan.

BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS PATOLOGIS PADA NY. S DENGAN RETENSIO SISA PLASENTA DI RB D. WINARNI, GANTIWARNO, KLATEN

Tanggal pengkajian : 7 Mei 2009
Jam : 07.30 WIB
Tempat : RB D. Winarni, Gantiwarno, Klaten

I. PENGKAJIAN
A. A. Identitas/ biodata
a. Nama : Ny. S Nama Suami : Tn. J
b. Umur : 28 tahun Umur : 30 tahun
c. Suku/ bangsa : Jawa/ Indonesia Suku/ bangsa : Jawa/ Indonesia
d. Agama : Islam Agama : Islam
e. Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
f. Pekerjaaan : Ibu rumah tanga Pekerjaan : Swasta
Alamat : Mbirit, Gantiwarno, Klaten
B. Data subyektif
1. Keluhan utama
Ibu mengatakan tadi malam mengalami perdarahan dari jalan lahir berupa bekuan darah, sehari ganti pembalut 5-6x, merasa lemas dan gemetar.
2. Riwayat persalinan
Seorang ibu P1A0 melahirkan bayi laki-laki spontan dengan induksi oksitosin karena kala I tak maju pada tanggal 23 April 2009 pukul 12.10 WIB di kamar bersalin Rumah Sakit Dr. Suradji Tirtonegoro, Klaten, ditolong oleh dokter, umur kehamilan 38 minggu + 2 hari, plasenta lahir spontan pukul 12.15 WIB, perdarahan 300 cc, laserasi perineum derajad II..
BB bayi: 3100 gram, PB: 46 cm, AS: 1’= 8, 5’= 9, 10’= 10

3. Riwayat post partum
a. Perdarahan : banyak, satu pembalut lebih (dihitung dari pasien ganti pukul 06.00 WIB hingga saat pengkajian pukul 07.30 WIB tanggal 7 Mei 2009)
b. Kontraksi uterus : uterus teraba pertengahan pusat-simpisis
c. Pola eliminasi : sudah BAK, sehari 5 kali
Hari ini belum BAB
d. Pola tidur : siang 2 jam, malam 6 – 7 jam
e. Laktasi : Ibu sudah memberikan ASI segera setelah bayi lahir (IMD), ASI sudah keluar lancar
4. Lingkungan sosial
Ibu tinggal bersama dengan suami dan keluarga, hubungan dengan keluarga maupun tetangga terjalin dengan baik
5. Data psikologis
Ibu sangat senang dengan kelahiran bayinya, semua anggota keluarga mendukung
6. Data spiritual
Ibu taat beribadah, mengerjakan sholat lima waktu
7. Riwayat penyakit selama kehamilan
Ibu mengatakan selama kehamilan tidak mempunyai penyakit, menular, maupun menurun seperti DM, hipertensi, jantung, asthma, epilepsi, TBC, hepatitis, maupun IMS
8. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu mengatakan keluarga tidak mempunyai penyakit, menular, maupun menurun seperti DM, hipertensi, jantung, asthma, epilepsi, TBC, hepatitis, maupun IMS
9. Riwayat kontrasepsi
Ibu mengatakan belum pernah menggunakan kontrasepsi apapun

C. Data obyektif
1. Keadaan umum : sedang
Kesadaran : composmentis ( CM )
Keadaan emosional : cemas
2. Tanda Vital
Tekanan darah : 100 / 70 mmHg
Suhu : 36,4 C
Nadi : 100 x/menit
Respirasi : 28 x/ menit
3. Pemeriksaan fisik
a. Muka : pucat, tidak ada oedema
b. Mata : konjungtiva sangat merah muda, sklera putih
c. Mulut dan gigi
Gigi/ gusi : bersih, tidak epulis, gigi geraham sebelah kanan berlubang satu
Bibir : pucat, kering
d. Leher
Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran
e. Dada
Jantung : tidah diperiksa
Paru : tidak diperiksa
Payudara : membesar, simetris, putting susu menonjol, tidak ada masa atau benjolan, kolostrum sudah keluar

f. Abdomen
Dinding perut : tidak terdapat bekas luka operasi, terdapat linea nigra
TFU : pertengahan pusat-simpisis
Posisi fundus : pada garis tengah tubuh
Kontraksi : uterus teraba keras
g. Vulva dan perineum
Oedem : tidak ada
Varises : tidak ada
Haematome : tidak ada
Lochea : rubra
Perineum : terdapat luka jahitan luar
h. Anus : tidak ada haemorhoid
i. Ekstremitas atas dan bawah
Reflek patella : kanan +/ kiri +
Tanda Homan : ( - )
Oedema : tidak ada
Varises : tidak ada
j. Turgor kulit : lemah
4. Eliminasi
a. BAB : belum
b. BAK : sudah, sehari 5 kali

5. Program Terapi
Ibu tidak mendapat program terapi apapun.

II. INTERPRETASI DATA
A. Diagnosa
Seorang ibu (umur 28 tahun) P1 A0 post partum hari ke-13 dengan retensi sisa plasenta
Dasar :
S : - Ibu mengatakan mengeluarkan gumpalan darah sejak semalam
- Ibu mengatakan merasa lemas, berkunang-kunang dan gemetar
- Ibu mengatakan ini anak pertama, belum pernah keguguran
- Bayi lahir normal laki-laki (♂), spontan induksi karena kala I tak maju pada tanggal 23 April 2009 jam 12.10 WIB. Plasenta lahir spontan pukul 12.15 WIB
- Ibu mengatakan umurnya 28 tahun
O : - KU: baik, kesadaran: CM
TD: 100/ 70 mmHg, S: 36,4 C, N: 100 x/ menit, R: 28 x/ menit
- Payudara : Kolostrum sudah keluar, ibu sudah menyusui bayinya
- Abdomen : TFU pertengahan pusat-simpisis, kontraksi lembek
- Lochea : Rubra
- Jahitan perineum kering
B. Masalah
Cemas
Dasar : Ibu mengatakan merasa cemas dengan keadaannya

III. DIAGNOSA POTENSIAL
Syok hipovolemik

IV. TINDAKAN SEGERA
Pasang infuse RL 500 ml
Rujuk

V. PERENCANAAN
1. Lakukan anamnesis, observasi KU, VS, kontraksi rahim, perdarahan, TFU, lochea, BAB, BAK, menyusu dini, dan tindakan terapi tiap 8 jam.
2. Beri tahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
3. Beri ibu informasi cara merawat jahitan perineum
4. Ajarkan ibu untuk menilai dan mempertahankan kontraksi agar tetap keras
5. Anjurkan ibu untuk sering mobilisasi agar jahitan cepat sembuh
6. Ajarkan senam kegel agar otot panggul kembali kencang
7. Beri ibu KIE ASI eksklusif
8. Ajarkan ibu cara meneteki yang benar
9. Ajarkan ibu cara perawatan bayi
10. Anjurkan ibu untuk banyak makan sayuran dan buah, porsi makan ditambah.
11. Beri informasi dan ajarkan ibu breast care
12. Beri terapi sesuai program

VI. PELAKSANAAN
Tanggal 6 Januari 2009, mulai pukul 15.00 WIB
1. Melakukan anamnesa, mengobservasi KU, VS, kontraksi rahim, perdarahan, TFU, lochea, BAB, BAK, menyusu dini dan tindakan terapi tiap 8 jam.
2. Memberi tahu ibu tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan bahwa kondisi ibu saat ini baik.
3. Memberi ibu informasi dan mengajarkan cara merawat jahitan perineum.
4. Mengajarkan ibu untuk menilai dan mempertahankan kontraksi agar tetap keras dengan cara memassase fundus uteri
5. Menganjurkan ibu untuk sering mobilisasi agar jahitan cepat sembuh.
6. Mengajarkan ibu melakukan senam kegel agar otot panggul kembali kencang.
7. Memberi ibu informasi dan mengajarkan ibu breast care
8. Menganjurkan ibu untuk banyak makan sayur buah, porsi makan ditambah dengan gizi seimbang dan banyak minum air putih.
9. Memberikan terapi sesuai program
- Licoproc 500 mg 10 tablet (untuk mengurangi infeksi karena ada jahitan perineum)
- Ferrolat 10 tablet (tablet tambah darah)
- Vitamin A 100.000 IU 2 tablet

VII. EVALUASI
Tanggal 7 Januari 2009, pukul 10.00 WIB
1. Hasil anamnesa dan observasi yang dilakukan pada ibu baik (lihat lampiran)
2. Ibu mengerti dan menerima informasi tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
3. Ibu mampu merawat jahitan perineum sendiri
4. Ibu mampu menilai dan memperthankan kontraksi agar tetap keras
5. Ibu sudah jalan – jalan keluar kamar dan mengatakan sudah melakukan senam kegel
6. Ibu mengerti dan mampu mempraktikkan langkah-langkah perawatan
payudara dengan benar.
7. Ibu bersedia untuk banyak makan sayur, buah, menambah porsi
makan dengan gizi seimbang dan banyak minum air putih.
8. Terapi telah diberikan

CATATAN PERKEMBANGAN I
Tanggal 7 Januari 2009, pukul 12.00 WIB
S : Ibu mengatakan:
- Jahitan masih terasa nyeri
- ASI sudah mulai lancar
- BAB = sudah dan lancar, 1 kali ( tanggal 7 Januari 2009 pukul 05.00 WIB pada tanggal 8 Januari 2009).
O : - Ku= baik, kesadaran= CM
- TD = 110/70 mmHg, N = 80 x/ menit, R = 20 x/ menit, S = 36,2 C
- TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi keras
- Lochea rubra
- Terdapat luka jahitan luar III
- BAK = sudah dan lancar, 6 kali (dihitung setelah melahirkan hingga dilakukan pengkajian )
- BAB = sudah dan lancar, 1 kali (dihitung setelah melahirkan hingga dilakukan pengkajian)
- Ibu sudah dapat menyusui bayinya, ASI sudah mulai lancar.
A : Seorang ibu (umur 28 tahun) P A post partum spontan hari kedua berjalan normal
P : Tanggal 8 Januari 2009, mulai pukul 12.00 WIB
a. Perencanaan
1. Beri ibu KIE tentang ASI eksklusif
2. Ajarkan meneteki bayi yang benar
3. Ajarkan kepada ibu cara perawatan bayi
4. Beri ibu informasi dan menganjurkan melakukan senam nifas
5. Beri tahu bahwa ibu sudah boleh pulang
b. Pelaksanaan
1. Memberi ibu KIE tentang ASI eksklusif dengan memberi leaflet.
2. Mengajarkan ibu cara menyusui bayi yang benar
3. Mengajarkan cara perawatan bayi (mengganti popok, perawatan tali pusat, menggedong).
4. Memberi ibu informasi dan menganjurkan melakukan senam nifas dengan memberi leaflet.
5. Memberi tahu ibu bahwa ibu sudah boleh pulang.
c. Evaluasi
1. Ibu mengerti dan mampu menjelaskan kembali ASI eksklusif
2. Ibu mampu mempraktekkan cara menyusui bayi yang benar
3. Ibu mampu mengganti popok, merawat tali pusat, menggedong bayi meski masih terlihat ragu-ragu.
3. Ibu bersedia meluangkan waktu untuk mempelajari dan melakukan senam nifas
4. Ibu berkemas-kemas untuk pulang pada pukul 15.30 WIB

CATATAN PERKEMBANGAN II
Tanggal 11 Januari 2009, pukul 08.00 WIB
S : Ibu mengatakan:
- Ingin mengetahui keadaannya setelah melahirkan
- Jahitan sudah tidak nyeri dan ibu sudah beraktivitas seperti biasa
- ASI sudah lancar, bayi sudah menetek kuat
O : - Ku= baik, kesadaran= CM
- TD = 110/70 mmHg, N = 80 x/ menit, R = 20 x/ menit, S = 36,4 C
- TFU pertengahan simphisis – pusat, kontraksi keras
- Lochea sanguinolenta
- Luka jahitan tampak mulai sembuh kedua sisi perlukaan tampak menyatu dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi
- BAK = sudah dan lancar, rata-rata sehari 4 – 6 kali
- BAB = sudah dan lancar, sehari sekali biasa pada pagi hari
- Ibu sudah dapat menyusui bayinya dengan benar, ASI sudah lancar.
A : Seorang ibu (umur 28 tahun) P A post partum spontan hari keenam

P : Tanggal 11 Januari 2009, mulai pukul 08.00 WIB
a. Perencanaan
1. Lakukan pengkajian
2. Observasi KU dan VS
3. Lakukan pemeriksaan fisik
4. Nilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
5. Anjurkan ibu untuk terus melanjutkan menyusui bayinya hanya dengan ASI saja hingga enam bulan.
6. Anjurkan ibu untuk tetap menjaga nutrisi, cairan dan cukup istirahat
7. Beri KIE pada ibu cara merawat bayi sehari-hari, merawat tali pusat dan tetap menjaga kehangatan bayi.
b. Pelaksanaan
1. Melakukan pengkajian
2. Mengobservasi KU dan VS
3. Melakukan pemeriksaan fisik
4. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
5. Menganjurkan ibu untuk terus melanjutkan menyusui bayinya hanya dengan ASI saja hingga enam bulan.
6. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga nutrisi, cairan dan cukup istirahat
7. Memberi KIE pada ibu cara merawat bayi sehari-hari, merawat tali pusat dan tetap menjaga kehangatan bayi, serta beri tahu jadwal imunisasi lanjutan.
c. Evaluasi
1. KU = baik, kesadaran = CM
VS. TD = 110/70 mmHg
N = 80 x/ menit
R = 20 x/ menit
S = 36,2 C
2. Hasil pemeriksaan fisik
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
- Muka : tidak oedema, tidak pucat
- Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan kelenjar tiroid
- Dada : Payudara simetris, tidak ada benjolan, tidak ada retraksi, ASI keluar lancar
- Perut : TFU pertengahan simphisis – pusat, kontraksi keras, tidak ada bekas kula operasi
- Ekstremitas : Tidak oedema, tidak ada varices, reflek patella ka +/ ki +, tanda homan (-)
- Genitalia : Lochea sanguinolenta, luka jahitan tampak mulai sembuh kedua sisi perlukaan tampak menyatu dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi
2. Ibu bersedia untuk terus menyusui bayinya bayinya hingga enam bulan hanya dengan ASI saja
3. Ibu bersedia untuk menjaga nutrisi, cairan dan cukup istirahat
4. Ibu mengerti dan paham tentang KIE cara merawat bayi sehari-hari, merawat tali pusat dan menjaga selalu kehangatan bayi, terlihat ibu mampu mengulangi penjelasan yang diberikan serta akan mempraktikkan dirumah.

BAB IV
PEMBAHASAN

1. Pengkajian
Masa nifas ( puerperium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali ke keadaan seperti pra hamil, lama nifas yaitu 6-8 minggu.(Rustam, 1998). Menurut Sarwono (2006), dalam masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat-alat genetalia ini dalam keseluruhannya disebut involusi. Dalam teori pengkajian ibu nifas hari pertama di dapatkan data antara lain, tinggi fundus uteri mengalami penurunan 2 jari di bawah pusat kontraksi keras, lochea rubra berwarna merah kehitaman berlangsung antara 1-3 hari post partum, ibu sudah mampu BAK dan BAB di hari pertama post partum, ibu sudah mengeluarkan kolostrum, tanda-tanda vital dalam batas normal.
Pada kasus ini ditemukan data antara lain, fundus berada dua jari dibawah pusat, lochea rubra berwarna merah kehitaman, ibu tidak mengalami perdarahan post partum, ibu sudah dapat BAK dan sudah mampu BAB meskipun masih sedikit takut, terdapat luka jahitan luar III, kolostrum sudah keluar, tanda-tanda vital ibu juga berada dalam batas normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengkajian pada kasus ini sudah sesuai dengan teori.


2. Interpretasi data
Di dalam interpretasi data, dalam teori disebutkan bahwa rumusan diagnosa dan masalah dikumpulkan menjadi data yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan penanganan berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan. Dalam teori disebutkan, biasanya ditemukan beberapa masalah pada interpretasi data, antara lain: terdapat nyeri jahitan, ibu mengalami konstipasi, ASI yang belum lancar, ibu mengalami kecemasan, terjadi perdarahan, ibu sulit untuk miksi, maupun masalah lain berdasarkan keadaan yang terjadi pada kasus.
Dalam kasus ini ditemukan masalah bahwa ibu merasakan nyeri pada jahitan, dan ASI belum lancar. Sedangkan untuk masalah yang lain, seperti konstipasi, cemas, perdarahan, kesulitan miksi, maupun masalah lainnya tidak terjadi pada ibu. Ibu tidak mengalami konstipasi sebab dari hasil pengkajian, dalam 24 jam ibu mampu BAB dengan konsistensi lunak, selain itu ibu juga mengkonsumsi nasi, lauk, beserta sayur yang telah diberikan kepada pasien.
Kecemasan tidak tampak pada diri ibu, ibu mengatakan sangat senang sekali dengan kelahiran bayinya, apalagi sebelumnya ibu pernah mempunyai riwayat abortus sekali, sehingga kelahiran bayinya ini sangat ditunggu-tunggu baik oleh ibu maupun keluarga.
Tidak terdapat adanya tanda-tanda perdarahan pada ibu. Uterus ibu berkontraksi dengan baik, teraba keras ketika dilakukan massase, dan berbentuk globular. Placenta lahir lengkap, selain itu perlukaan pada jalan lahir telah dilakukan penjahitan sesuai dengan teori. Sehingga pada kasus ini ibu tidak mengalami perdarahan.
Pada enam jam setelah melahirkan, ibu mampu BAK secara spontan di kamar mandi, ibu merasa tidak takut dan kesulitan meski terdapat luka jahitan pada jalan lahir ibu. Sehingga ibu tidak megalami kesulitan miksi.

3. Diagnosa Potensial
Tidak ditemukan adanya diagnosa potensial yang dapat mengarah pada keadaan kegawatdaruratan maupun ke arah patologis. Dari pengkajian yang telah dilakukan dalam kasus ini semua berjalan normal dan sesuai dengan teori.

4. Tindakan segera
Dalam kasus ini tidak perlu diadakan tindakan segera, sebab tidak ditemukan adanya diagnosa potesial.

5. Perencanaan
Dalam teori disebutkan bahwa pada langkah ini dibuat perencanaan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Semua keputusan yang dikembangkan harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan keadaan pasien.
Dalam kasus ini perencanaan telah disesuaikan berdasarkan kebutuhan dan keadaan ibu. Kebutuhan ibu antara adalah: breast care, perawatan luka jahitan perineum, senam nifas, KIE ASI eksklusif, KIE nutrisi ibu nifas, KIE cara perawatan bayi, KIE menyusui yang benar.
Ibu membutuhkan breast care karena dalam kasus ini ditemukan masalah ASI keluar belum lancar, sehingga diperlukan breast care dimaksudkan agar ASI dapat keluar lancar dan bayi tidak kekurangan akan cairan.
Pada perineum terdapat luka jahitan luar sebanyak III, sehinga ibu perlu mendapatkan perawatan luka jahitan perineum, agar luka jahitan tersebut bisa segera sembuh dan dapat mengurangi rasa nyeri yang sebelumnya dikeluhkan oleh ibu.
KIE ASI eksklusif dibutuhkan oleh ibu karena ibu dari awal berkeinginan memberikan ASI eksklusif selama enam bulan kepada bayinya. Disamping ASI merupakan makanan utama bayi yang tidak ada bandingnya, menyusukan bayi sangat baik untuk menjelmakan rasa kasih sayang antara ibu dan anaknya (Rustam,1998).
Tidak hanya masa kehamilan saja yang membutuhkan asupan nutrisi yang bergizi, namun bagi ibu nifas apalagi ibu yang dalam keadaan menyusui sangat penting sekali memperhatikan dan menjaga pola makan sehari-hari. Dikarenakan yang membutuhkan asupan nutrisi bukan hanya ibu saja, namun bayi juga membutuhkan makanan pokok yang berupa ASI dari ibu. Sehingga untuk menjaga daya tahan tubuh dan kesehatan agar ibu senantiasa mampu memberikan cukup ASI kepada bayinya perlu diberikan KIE nutrisi ibu nifas.
Setelah melahirkan, merawat dan menjaga bayi sudah menjadi tanggung jawab pokok seorang ibu. Dalam kasus ini ibu baru pertama kali melahirkan dan ibu belum mempunyai pengalaman sebelumnya bagaimana cara merawat bayi, sehingga dalam perencanaan diperlukan KIE cara perawatan bayi agar nantinya ibu dapat merawat bayi sendiri dirumah.
Posisi dalam menyusui bayi sangat berengaruh terhadap keberhasilan manajemen laktasi. Bayi menjadi malas untuk minum, merupakan salah satu hal yang ada kaitannya dengan posisi menyusui. Bisa jadi posisi ibu dalam menyusui kurang benar, sehingga bayi menjadi rewel. Dalam hal ini diperlukan KIE menyusui bayi yang benar, sehingga ibu dan bayi bisa sama-sama nyaman dalam pemberian ASI dan tentunya kebutuhan bayi akan cairan dapat terpenuhi.

6. Pelaksanaan
Pada langkah ini merupakan pelaksanaan tindakan dari rencana yang telah dibuat sebelumnya secara efisien dan aman, menyeluruh. Dalam teori dikatakan bahwa pemberian KIE nutrisi ibu nifas sangat diperlukan untuk menjaga daya tahan tubuh agar ibu senantiasa mampu memberikan cukup ASI kepada bayinya. Selain itu menurut Derek Liewellyn-Jones (2002), biasanya ibu mengalami obstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan, haemoroid, laserasi jalan lahir. Agar buang air besar teratur dapat diberikan diet/makanan yang mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. Pada kasus ini KIE nutrisi ibu nifas sudah dilaksanakan, tapi tidak bisa di kaji kembali apakah ibu sudah melaksanakan sesuai penyuluhan yang telah diberikan.
Breast care di dalam teori sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali, namun di dalam kasus ini ibu dilakukan breast care hanya satu kali, karena setelah dilakukan breast care pengeluaran ASI ibu sudah lancar, pada payudara ibu tidak terdapat bendungan, bayi sudah mampu menghisap payudara dengan kuat. Sehingga breast care cukup dilakukan satu kali. Namun ibu juga sudah diajari bagaimana cara melakukan breast care, sehingga apabila di rumah terjadi bendungan ASI, iu bisa mempraktikannya sendiri dirumah.
Di dalam kasus ini ibu juga diberikan KIE dan diajarkan bagaimana cara merawat bayi, misalkan mengganti popok, menggedong, merawat tali pusat. Ibu sudah paham dan mengerti. Hal ini dapat diketahui ibu dapat mengulang kembali dan memperhatikan dengan penuh seksama ketika diajarkan, namun ibu masih belum berani dan kurang yakin apabila tidak didampingi leh keluarga maupun bidan. Karena ini merupakan pengalaman pertama bagi ibu.
Dalam teori disebutkan ibu nifas perlu melakukan senam nifas agar otot-otot dapat kembali kencang. Menurut Erlina (2008), Sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu, sehingga pemulihan dibantu dengan latihan senam nifas Ibu sudah diberi informasi dan dianjurkan untuk melakukan senam nifas dan diajari pula melakukan senam kegel.
Di dalam kasus ini telah direncanakan sebelumnya mengenai pemberian informasi dan menganjurkan ibu melakukan senam nifas dengan cara memberikan leaflet. Ibu mengerti dan paham, namun ibu belum mampu untuk melakukan senam nifas, ibu hanya memperhatikan dan mendengarkan secara seksama penjelasan yang diberikan. Hal ini dikarenakan ibu merasa belum cukup kuat untuk melakukan gerakan-gerakan senam nifas. Ibu akan mencoba melaksanakannya bebarapa hari mendatang jika ibu sudah benar-benar merasa mampu, saat ini ibu hanya baru bisa melakukan senam kegel. Ketika ibu berkunjung enam hari setelah melahirkan ibu mengatakan sudah mencoba melaksanakan senam kegel meskipun masih belum maksimal.

7. Evaluasi
Setelah semua langkah dilaksanakan, perlu dilakukan evaluasi keefektifan dari kasus yang telah dilakukan pengkajian, mengingat bahwa proses menajemen ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan. Dalam teori diharapkan hasil yang dicapai dari asuhan kebidanan pada ibu nifas normal ini adalah keadaan umum baik, vital sign stabil (normal), aktivitas atau mobilisasi lancar, laktasi lancar tidak ada masalah, involusio baik, tidak terjadi perdarahan post partum baik primer maupun sekunder, luka jalan lahir sembuh dan idak terjadi infeksi, ibu dapat merawat bayi dengan baik.
Dari hasil yang telah dilakukan pengkajian, interpretasi data, perencanaan, pelaksaaan, hingga evaluasi, pada kasus ini didapatkan hasil bahwa masa involusio ibu berjalan normal, pada kunjungan 6 hari setelah melahirkan tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi, vital sign normal, tidak terjadi perdarahan post partum baik primer maupun sekunder.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengkajian yang dilakukan pada Ny. S, dengan hasil masa nifas berjalan normal. Pada pemeriksaan ditemukan tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, lochea rubra berwana merah kehitaman berlangsung selama satu samapai tiga hari, ibu sudah mampu BAB dan BAK secara spontan, luka jahitan perineum tidak terdapat tanda-tanda infeksi, ASI sudah keluar lancar dan ibu sudah mampu menyusui bayinya dengan baik, keadaan umum ibu baik, vital sign dalam batas normal.
2. Pada interpretasi data , diagnosa yang dapat ditegakkan adalah seorang ibu P A umur 28 tahun nifas berjalan normal. Masalah yang timbul pada Ny. Sn adalah nyeri pada jahitan dan ASI keluar belum lancar.
3. Tidak didapatkan diagnosa potensial pada kasus ini karena tidak ditemukan suatu keadaan yang butuh tindakan segera.
4. Perencaaan dan pelaksanaan dibuat berdasakan kebutuhan dan masalah yang terjadi pada ibu. Yaitu tentang pemberian KIE ASI eksklusif dimana ASI ibu pada 24 jam setelah bayi lahir belum lancar, mengajari ibu melakukan breast care, memberi KIE cara merawat luka jahitan perineum, agar jahitan ibu tidak terasa nyeri dan menjaga personal higiene ibu.
5. Didapatkan hasil evaluasi, ketika pasien pulang dari RB Nugraha dalam keadaan normal dan sehat setelah dirawat selama 3 hari dengan kondisi keadaan umum baik, vital sign dalam batas normal dan tidak ada masalah atau tanda-tanda infeksi. Dilakukan kunjungan ulang pada hari ke 6 post partum, ibu dalam keadaan sehat, vital sign dalam batas normal, involusio berjalan normal, tidak terjadi perdarahan post partum baik primer maupun sekunder, tidak ada tanda-tanda infeksi dan ibu telah menyusui bayinya.
6. Nifas adalah masa pulih kembali dimulai dari plasenta lahir sampai organ reproduksi kembali ke keadaan sebelum hamil. Lama masa nifas yaitu enam minggu.
7. Asuhan kebidanan pada ibu nifas yang dilakukan bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologisnya karena masa nifas merupakan masa transisi, masa kritis, baik bagi ibu maupun bayinya.
A. Saran
1. Untuk mengurangi nyeri pada jahitan, ibu disarankan tidak perlu khawatir untuk duduk maupun berjalan seperti biasa, namun tetap perlu mejaga kehati-hatian. Selain itu disarankan untuk memperbanyak konsumsi daging, kacang-kacangan maupun makanan yang mengandung protein lainnya untuk mepercepat penyebuhan dan penggantian sel-sel yang rusak
2. Agar masalah ASI ibu yang belum lancar dapat segera tertangani, sebaiknya breast care tidak hanya dilakukan sekali, namun bisa dilakukan dua hingga tiga kali atau bisa juga dilakukan ketika ibu akan mandi secara rutin hingga ASI benar-benar lancar.
3. Diharapkan tenaga kesehatan agar selalu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta sikap professional dalam melaksanakan asuhan kebidanan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chumbleg, J. 2003. Panduan Menyusui dan Mengenal Bayi. Jakarta: Erlangga
2. http//: midwivesari.blogspot.com
3. Jones, Derek Llewellyn. 2002. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekology. Jakarta: Hipokrates
4. Manuaba, 1998, Kapita selekta, Penatalaksanaan Rutin Obstetri dan Ginekologi dan Keluarga Berencana,Jakarta, EGC
5. Moore, Hacker. 2001. Essensial Obtetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates
6. Mochtar, Rustam. 1998, Sinopsis Obstetri, Jakarta, EGC
7. Perkumpulan Perinatologi Indonesia ( Pernasia). 2004. Manajemen Laktasi. Jakarta: Perinasia
8. Roesli, I. 2003. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Pembangunan Surabaya Nusantara
9. Saiffudin, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta, YBP-SP
10. Soetjiningsih. 1997. ASI, Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC
11. Winknjosastro,2006. Ilmu Kebidanan : Jakarta. YBP-SP
12. Varney, Hellen. 2001. Buku Saku Bidan. Jakarta : EGC

0 komentar: