Makalah Gender

Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Isu yang berkaitan dengan masalah gender cukup mendapat perhatian pada tahun-tahun belakangan ini. Sebagaimana yang diamanatkan GBHN tahun 1999, pemberdayaan perempuan mendapatkan porsi yang cukup besar dalam pembangunan. Hal ini mengandung arti terbukanya wacana tentang persamaaan status, kedudukan, hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Terbitnya Inpres No. 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan Gender merupakan upaya pemerintah dalam rangka menungkatkan kedudukan, peran dan kualitas permpuan serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbagsa dan bernegara. Pengarusutamaan gender dalam seluruh proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Pendidikan mempunyai peran yang strategis dalam membentuk sumber daya manusia yang produktif, inovatif dan berkepribadian sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila yang sebaiknya dimiliki oleh setiap warga negara baik itu laki-laki maupun perempuan. Mengacu pada Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, setiap warga negara baik laki-laki maupun permpuan mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pendidikan, namun dalam kenyataan masih terjadi kesenjangan gender. Hal itu disebabkan antara lain karena pengaruh budaya yang berkembang di masyarakat, yang menempatkan posisi perempuan menjadi tidak setara dengan laki-laki.
Konferensi Dunia tentang Perempuan tahun 1995 di Beijing telah mengidentifikasikan banyak kesenjangan gender dalam pendidikan, seperti partisipasi sekolah, angka buta huruf perempuan yang cukup tinggi, rendahnya ketrampilan perempuan dalam penguasaan teknologi, kurikulum dan buku-buku pegangan yang bias gender. Namun seringkali kita tidak menyadari bahwa kesenjangan gender yang terjadi dalam pendidikan secara tidak langsung berakibat pada kondisi, status dan posisi perempuan di dalam keluarga, masyarakat dan kehidupan bernegara. Tingginya kematian ibu dan tidak adanya materi pendidikan yang mengajarkan kesehatan reproduksi kepada calon suami-istri.
Untuk menyiapkan sumber daya manusia yang unggul dimana antara laki-laki dan perempuan mempunyai akses, partisipasi, kontrol dan manfaat yang sama dalam pembangunan, maka perspektif gender dalam bidang pendidikan menjadi penting dan perlu disosialisasikan kepada masyarakat luas.

B. Pembatasan Masalah
Makalah ini membahas tentang isu-isu gender yang terbatas pada ruang lingkup pendidikan.

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Membangun kesadaran gender masyarakat agar peduli terhadap kesenjangan gender dalam bidang pendidikan dan mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Tujuan khusus
a. menumbuhkan kesadaran gender
b. menumbuhkan dan membangun kepedulian dan komitmen terhadap persoalan gender yang menyangkut pendidikan
c. menungkatkan kemampuan dalam pengaplikasikan pendidikan yang peka gender
d. membangkitkan kesadaran tentang isu-isu gender dalam pembangunan terutama yang berkaitan dalam pembangunan pendidikan
e. meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam menilai kepekaaan gender dari buku atau metode pengajaran
f. meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mengidentifikasikan ketimpangan gender dalam buku ajar atau metode pengajaran

Bab II
Isi

A. Pengertian Gender dan Seks
“Gender” menjadi isu penting dan menjadi istilah yang sering diperbincangkan akhir-akhir ini. Namun demikian dari pengamatan, masih banyak terjadi kesalahpahaman tentang apa yang dimaksud dengan konsep gender dan kaitannya dengan perjuangan perempuan untuk mendapatkan kesetaraan dan keadilan. Banyak orang yang mempunyai persepsi bahwa “Gender” selalu berkaitan dengan perempuan, sehingga setiap kegiatan yang bersifat perjuangan menuju kesetaraan gender hanya dilakukan dan diikuti oleh perempuan tanpa harus melibatkan laki-laki.
Kesalahpahaman tentang konsep “Gender” ini sebagai akibat dari belum dipahaminya secara utuh atau kurangnya penjelasan tentang konsep gender dalam memahami sistem ketidakadilan sosial dan hubungannya dengan ketidakadilan lainnya. Di dalam kamus Bahasa Indonesia misalnya, yang dipinjam dari Bahasa Inggris, kita melihat tidak ada perbedaan yang cukup jelas antara seks dan gender karena keduanya diartikan sama yaitu “Jenis Kelamin”. Oleh karena itu, untuk memahami konsep gender kita harus mengerti perbedaan kata “Gender” dan “Seks”.
1. Pengertian seks
Seks (jenis kelamin) merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis oleh Tuhan dan melekat pada jenis kelamin tertentu, atau banyak orang yang menyebutnya sebagai KODRAT TUHAN. Misalnya, laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, jakala (kalamenjing) dan menghasilkan sperma. Sedangkan permpuan memiliki vagina dan alat reproduksi seerti rahim. Saluran melahirkan, indung telur dan alat mnyusui. Alat-alat itu dibuat untuk waktu yang lama atau selamanya, atau tidak berubah, berlaku dimana saja, suku bangsa apa saja dan warna kulit apa saja. Secara biologis, alat-alat tersebut tidak dapat dipertukarkan antara alat yang melekat pada perempuan dan laki-laki.
2. Pengertian gender
Secara mendasar konsep gender berbeda dengan seks. Konsep gender merupakan sifat dan perilaku yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural, atau ada pula yang mengartikan sebagai bagian peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan masyarakat maupun budaya, disosialisasikan melalui proses sejarah yang sangat panjang. Oleh karena dibentuk secara sosial budaya, maka “Gender” bukan kodrat atau ketentuan Tuhan. Oleh karena bukan ketentuan Tuhan, maka “Gender” tidak bersifat tetap sehingga dapat diubah dari masa ke masa, berbeda untuk setiap kelas dan ras. Sebagai contoh, “Ketika tahu jenis kelamin anak yang akan dilahirkannya, orang tua cenderung menyiapkan segala perlengkapan bayi sesuai jenis kelamin anak, misalnya pink untuk anak perempuan, biru untuk anak laki-laki”. Sejak lahir oleh budaya telah dilekatkan bahwa “Biru” adalah warna laki-laki dan “Pink” untuk anak perempuan.

Selama ini masyarakat dimana kita tinggallah yang menciptakan sikap dan perilaku berdasarkan gender, yang menentukan apa yang seharusnya membedakan oerempuan dan laki-laki. Keyakinan akan pembagian tersebut diwariskan secara turun-temurun, melalui proses belajar di dalam keluarga dan masyarakat, melalui proses kesepakatan sosial, bahkan tidak jarang melalui proses dominasi. Artinya, proses sosialisasi konsep gender kadang dilakukan dengan cara halus maupun dalam bentuk indoktrinasi. Proses itu menuntut setiap orang (laki-laki maupun perempuan) berpikir, bersikap, bertindak sesuai dengan ketentuan sosial budaya di mana mereka tinggal.
Konsep gender juga menyebabkan terbentuknya stereotip yang ditetapkan secara budaya atau hal yang umum tentang karakteristik gender yang spesifik, berupa karakteristik yang berpasangan yang dapat menggambarkan perbedaan gender. Dapat dilihat bahwa hal itu dibentuk saling bertentangan, tetapi karakteristiknya saling berkaitan. Sebagai contoh, laki-laki adalah makhluk yang rasional, maka perempuan mempunyai karakteristik yang berlawanan yaitu tidak rasional atau emosional.
Karakteristik laki-laki Karakteristik permpuan
Maskulin Feminin
Rasional Emosional
Tegas Fleksibel / plin-plan
Persaingan Kerjasama
Sombong Selalu mengalah
Orientasinya dominasi Orientasinya menjalin hubungan
Perhitungan Menggunakan insting
Agresif Pasif
Objektif Mengasuh
fisik cerewet

Sebetulnya, karakteristik atau sifat-sifat tersebut dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, cerewet, lemah lembut dan adapula perempuan yang rasional, sombong, objektif dan kuat. Perubahan karakteristik gender antara laki-laki dan perempuan tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat yang lain dan dari kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Misalnya pada suku tertentu perempuan lebih kuat daripada laki-laki, seperti legenda Amazon dimana perempuan lebih berkuasa daripada laki-laki. Sejarah perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang melalui proses sosialisasi, diperkuat bahkan dikontruksikan secara sosial, kultural, melalui ajaran agama maupun negara. Oleh karena proses yang sangat panjang dan lama. Orang jadi merasa dan menganggap bahwa semua itu ketentuan Tuhan, seolah-olah bersifat biologis dan tidak dapat diubah lagi.
SEKS (JENIS KELAMIN) GENDER
Tidak bisa berubah Bisa berubah
Tidak bisa dipertukarkan Bisa dipertukarkan
Berlaku sepanjang masa Bergantung masa
Berlaku dimana saja Bergantung budaya masing-masing
Berlaku bagi kelas dan warna kulit apa saja Berbeda antara satu kelas dengan kelas lainnya
Ditentukan oleh Tuhan atau kodrat Bukan kodrat Tuhan tetapi buatan manusia

Sayangnya, gender selama ini dipahami secara keliru dan dinggap sebagai kodrat yang berarti ketentuan biologis atau ketentuan Tuhan. Misalnya, mendidik anak, mengelola dan merawat kebersihan dan keindahan rumah tangga (urusan domestik) dianggap sebagai “Kodrat Perempuan”. Peran gender yang dimiliki perempuan dalam nmendidik anak, merawat dan mengelola kebersihan dan keindahan rumah merupakan konstruksi sosial dan kultural dalam masyarakat tertentu. Sebetulnya peran tersebut dapat dipertukarkan karena bisa saja laki-laki membersihkan rumah dan mendidik anak.

B. Peran Gender

Perbedaan jenis kelamin melahirkan perbedaan-perbedaan gender termasuk perbedaan peran, sehingga muncul istilah peran kodrati, yakni peran yang diberikan oleh Tuhan, seperti haid, hamil, melahirkan, menyusui dan peran gender. Peran gender seringkali diyakini bahwa seakan-akan juga merupakan peran kodrati yang diberikan oleh Tuhan. Padahal sebenarnya peran gender diyakini sebagai ketentuan sosial. Dengan demikian, peran gender akan memunculkan pembagian peran yang kaku untuk laki-laki dan perempuan.
Ada dua istilah yang merujuk peran gender yakni Peran Produktif-Reproduktif dan Publik-Domestik. Pembagian peran pada umumnya didasarkan pada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki. Budaya / masyarakat menggunakan perbedaan biologis ini sebagai dasar terhadap pembagian tugas yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Pada sebagian besar masyarakat, peran gender utama perempuan dalam lingkungan keluarga adalah menjadi ibu rumah tangga, pengelola rumah tangga, ibu serta istri. Pada peran-peran inilah feminimitas didefinisikan dan dinilai (bahkan oleh kaum perempuan sendiri). Peran gender utama laki-laki adalah pencari nafkah utama keluarga, sebagai kepala rumah tangga serta sebagai bapak. Pada peran-peran inilah maskulinitas didefinisikan dan dinilai (termasuk oleh laki-laki sendiri).
Banyak laki-laki dan perempuan masih berpikiran bahwa urusan domestik rumah tangga, termasuk pendidikan anak, pada pokoknya merupakan tanggung jawab perempuan, sekalipun kedua orang tuanya sama-sama bekerja. Ibu rumah tangga di seluruh dunia melakukan berbagai macam tugas yang dimiliki satu kesamaaan – mata rantai rumah dengan penghuninya. Mereka merawat anak, menyediakan makanan bagi keluarga (baik dari ladang keluarga atau pasar swalayan), mencuci pakaian (baik di sungai atau dengan mesin cuci), memberi sedikit penghasilan untuk keluarga (melalui kerja paruh waktu dengan upah rendah yang tidak membahayakan pekerjaan pekerjaan utamanya yaitu memberi pendidikan di rumah dan keluarga).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh para aktivis perempuan, bahwa perempuan pada umumnya mempunyai pekerjaan sehari-hari :
Bangun tidur pukul 04.00
Merapikan tempat tidur
Menyiapkan minuman pagi
Menyapu halaman rumah dan halaman
Menyiapkan sarapan pagi
Pergi belanja
Memasak nasi
Mengirim makanan ke ladang / sawah
Mencuci pakaian
Mengambil air dan bahan bakar
Mengerjakan pekerjaan di sawah / lading
Ini semua memakan waktu antara 12-16 jam
(sumber: Saptari dan Holzner,1997)

Sebenarnya banyak perempuan yang telah bekerja di luar rumah sebagai pendidik, pedagang, peneliti bahkan presiden. Namun tugas mengelola rumah tangga, mengasuh anak dan sebagai pekerja sukarelawan di dalam masyarakat masih tetap menjadi tugasnya. Dengan demikian, perempuan sebenarnya mempunyai multi peran. Peran perempuan dilakukan di dalam maupun di luar rumah.

1. Peran Reproduktif
Pengertian :
a. Peran reproduktif adalah peran-peran yang dijalankan tidak menghasilkan uang dan biasanya dilakukan di dalam rumah
b. Peran reproduktif adalah peran-peran yang jika dijalankan mendapatkan uang atau upah langsung atau bentuk upah-upah yang lain.
Peran reproduktif terdiri dari :
 Pengasuhan atau pemeliharaan anak
 Pekerjaan-pekerjaan rumah tangga seperti memasak, menyapu dan lain-lain.
 Menjamin seluruh anggota keluarga sehat
 Menjamin seluruh anggota keluarga berkecukupan makan
 Menjamin seluruh anggota keluarga tidak lelah
Contoh peran reproduktif yang dijalankan di luar rumah :
 Sebagai pendidik di suatu sekolah
 Bekerja sebagi buruh di perusahaan
 Pedagang pakaian di pasar
 Pedagang sayuran keliling
Contoh peran reproduktif yang dijalankan di dalam rumah :
 Usaha salon di rumah
 Usaha menjahit di rumah
2. Peran Produktif
Definisi tentang kerja / peran produktif penuh dengan kompleksitas. Kadang kerja produktif secara panjang lebar didefinisikan sebagai tugas atau aktivitas yang menghasilkan income / pendapatan. Oleh karena itu mempunyai nilai tukar, aktual atau potensial. Ini lebih tampat dalam ekonomi uang. Termasuk kerja di sector formal maupun informal, seperti usaha yang dimiliki keluarga. Namun saat ini kerja rumahan seperti pada kasus-kasus terakhir ini tidak diterima sebagai kerja yang yang mempunyai nilai tukar, sejak kerja tersebut dijalankan tanpa mendapatkan upah.
3. Peran Kemasyarakatan
Peran kemasyarakatan terdiri dari aktivitas yang dilakukan di tingkat masyarakat. Peran kemasyarakatan yang dijalankan perempuan adalah melakukan aktivitas yang digunakan bersama. Misalnya pada pelayanan kesehatan di posyandu, tanggung jawab akan ketersediaan air, berurusan dengan pengelolaan sampah rumah tangga. Semua pekerjaan tersebut biasanya tidak dibayar atau tidak diberi upah. Peran kemasyarakatan laki-laki biasanya pada tingkatan masyaskat yang diorganisir, misalnya menjadi kepala kelurahan / desa, sebagai kaur pembangunan, sebagai anggota BPD dan lain-lain.

C. Ketidakadilan Gender

Perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki maupun perempuan. Dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan mengenai Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita, yang dimaksud dengan ketidakadilan gender adalah “Diskriminasi”. Diskriminasi berarti setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, pendidikan atau apapun lainnya oleh perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka atas dasar persamaan antar perempuan dan laki-laki.
Bentuk-bentuk ketidakadilan gender :
1. Marjinalisasi atau pemiskinan
Pemiskinan adalah sutau proses penyisihan yang mengakibatkan kemiskinan bagi perempuan. Banyak kasus yang dapat menjadi contoh marjinalisasi, misalnya banyak buruh perempuan menjadi miskin akibat keyakinan pemimpin perusahaan bahwa hanya laki-laki yang sesuai menjadi manajer, sehingga promosi dan pendidikan / pelatihan hanya diberikan kepada laki-laki. Dengan demikian para buruh perempuan menjadi terhambat kariernya karena keyakinan tersebut.
2. Subordinasi atau penomorduaan
Subordinasi atau penomorduaan adalah sikap dan tindakan masyarakat yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dari laki-laki. Di Jawa misalnya ada anggapan bahwa perempuan itu hanya sekedar konco wingking laki-laki atau perempuan tidak perlu sekolah karena pada akhirnya hanya akan kembali ke dapur.
3. Stereotype atau pelabelan negatif
Pelabelan negatif adalah sutau sikap negatif masyarakat terhadap perempuan yang membuat posisi perempuan selalu pada pihak yang dirugikan. Sebagai contoh, perempuan bersolek diasumsikan untuk memancing perhatian lawan jenis. Maka setiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotype ini. Jika ada kasus perkosaan yang dialami perempuan, masyarakat cenderung menyalahkan korban.
4. Violence atau kekerasan pada perempuan
Menurut Rekomendasi Majelis Umum Nomor 18 tahun 1992 tentang Deklarasi Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan dan Deklarasi Beijing tahun1995, yang dimaksud kekerasan terhadap perempuan adalah :
Segala bentuk kekerasan berdasarkan gender yang akibatnya berupa kerusakan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis pada perempuan-perempuan, termasuk di sini ancaman-ancaman dari perbuatan–perbuatan semacam itu, seperti paksaan atau perampasan yang semena-mena atas kemerdekaan, baik yang terjadinya di tempat umum atau di dalam kehidupan pribadi seseorang. Kekerasan terhadap perempuan (berbasis gender) meliputi tetapi tidak terbatas pada perbuatan-perbuatan sebagai berikut:
a. kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi di dalam keluarga termasuk pemukulan, penyalahgunaan seksual terhadap perempuan dan anak-anak dalam tangga,perkosaan yang terjadi dalam ikatan perkawinan dan keluarga, sunat perempuan, eksploitasi
b. kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi di dalam masyarakat umum, termasuk perkosaan, penyalahgunaan seksual kepada perempuan dan anak-anak (perempuan dan laki-laki), pelecehan seksual dan ancaman-ancaman di sekolah yang dilakukan oleh teman maupun guru, perdagangan perempuan
c. kekerasan fisik, seksual dan psikologis dilakukan atau dibiarkan saja oleh negara dimana pun terjadinya
5. Double burden atau beban ganda
Beban kerja adalah pembagian tugas dan tanggung jawab yang selalu memberatkan perempuan. Adanya anggapan bahwa perempuan secara alamiah memiliki sifat memelihara, mengasuh, merawat mengakibatkan semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab perempuan. Konsekeunsinya, banyak perempuan yang harus bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya.

D. Pendidikan berbasis Gender

Pendidikan baik pendidikan keluarga, pendidikan di sekolah maupun pendidikan di masyarakat merupakan sarana untuk melakukan berbagai internalisasi konsep-konsep kehidupan, termasuk internalisasi konsep gender. Internalisasi berbagai ilmu pengetahuan termasuk konsep gender melalui pendidikan perlu mendapat perhatian besar karena hampir sepertiga hidup anak dihabiskan di sekolah dengan teman-teman dan guru mereka mulai pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
Bidang pendidikan juga harus mengikutsertakan unsure-unsur yang berkaitan dengan pelaku di tiga lingkungan pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Peran guru kelas atau guru bidang studi memberikan peluang untuk memudahkan pengintegrasikan ideologi gender dalam seluruh pembelajarannya. Penanaman konsep gender pun dilakukan melalui proses pembelajaran di kelas.
Penanaman konsep ideologi gender bagi anak dapat dilakukan pada buku teks melalui penyusunan wacana yang berperspektif gender. Gambar ilustrasi yang ada sangat berpengaruh pada tingkat perkembangan sosial peserta didik. Penggunaan ilustrasi dapat meningkatkan belajar informasi verbal. Buku teks yang mencerminkan kualitas proses sosial hubungan perempuan dan laki-laki yang setara tanpa adanya tendensi muatan pesan makna yang diskriminatif dan subordinatif, maka secara tidak langsung akan menghasilkan perolehan kualitas mental pelajar yang akan menghargai semangat gender.

Bab III
Penutup

A. Kesimpulan
Keadaan di masyarakat menunjukkan indikasi rendahnya kesadaran gender. Pola pikir masyarakat dan adat istiadat telah menanamkan konsep bahwa perempuan lebih rendah dari pada laki-laki.
Kesenjangan gender uang terjadi dalam dunia pendidikan secara tidak langsung berakibat pada kondisi, status dan posisi perempuan di dalam keluarga, masayarakat dan kehiduan bernegara.

B. Saran
Makalah ini disusun sebagai salah satu alat untuk memudahkan pemahaman tentang perspektif gender. Diharapkan para pembaca dapat mengintegrasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Berhasil tidaknya penyadaran gender kepada masyarakat luas melalui pembelajaran di sekolah sangat bergantung dari brbagai pihak, muali dari pengambil kebijakan pendidikan dan dari sector terkait lainnya, para tokoh agama, pedidik, peserta didik, masyarakat maupun sarana prasarananya. Untuk itu perlu dilakukan komitmen bersama tentang pelaksanaan gender di bidang pendidikan yang diikuti dengan kebijakan, program dan rencana aksi yang nyata.

Daftar Pustaka

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah. Modul Penyadaran Gender bagi Pendidik. 2006. Jawa Tengah : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah
Sidabalok, Hotmauli. Apa itu Gender. 2006. Jawa Tengah : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah. Suplemen Modul Penyadaran Gender bagi Pendidik. 2006. Jawa Tengah : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah

0 komentar: