Salah Persepsi Tentang Kontrasepsi

KORAN TEMPO, Jakarta:Maman, 35 tahun, selama sebulan ini harus berangkat lebih cepat dari biasanya. Pasalnya, warga Gandaria, Jakar ta Selatan, yang bekerja sebagai sopir bajaj ini harus mencari nafkah lebih banyak lagi karena anak kelimanya sudah lahir. “Mau gimana lagi, anak saya banyak. Kalau nggak gini, bisa-bisa kita nggak makan,” ujarnya.

Walau sudah berangkat lebih awal, bukan berarti dia selalu bisa membawa rezeki yang cukup buat keluarganya. Bila jumlahnya minim juga, terpaksa keesokan harinya istri dan anak-anaknya hanya makan nasi dengan kerupuk. Ketika ditanya, “Kenapa dulu tidak ikut Keluarga Berencana (KB)?” Jawaban pria ini sederhana saja, “Nggak tahu informasinya. Lagian, pasti biayanya mahal.” Pemahaman penduduk negeri ini bahwa kontrasepsi merupakan kebutuhan yang penting memang perlu dipompa kuat. Bila tidak, diperkirakan akan terjadi ledakan penduduk pada 2015 menjadi 248 juta jiwa. Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Sugiri Syarief, MPA memaparkan, menurut data BKKBN 2007, penduduk Indonesia berjumlah sekitar 224,9 juta dan berada di peringkat keempat pada kategori negeri berpenduduk tertinggi. “Bila dilihat dari kuantitasnya, tergolong sangat besar, namun dari segi kualitasnya masih memprihatinkan dan tertinggal dibanding negara ASEAN lain,” katanya dalam acara media edukasi beberapa waktu lalu.

Walhasil, ledakan penduduk ini akan menjadi beban pembangunan.

Pemerintah pun sulit mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Untuk menekan laju pertumbuhan penduduk yang cepat, tak ada jalan selain penggunaan alat kontrasepsi pada pasangan subur. Sayangnya, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007 mencatat, masih ada 39 persen wanita Indonesia usia produktif yang tidak menggunakan kontrasepsi, dengan sebaran 40 persen di pedesaan dan 37 persen di perkotaan.

Data dunia menunjukkan, 85 dari 100 wanita yang aktif secara seksual tidak menggunakan metode kontrasepsi apa pun sehingga terjadi kehamilan dalam waktu setahun. Lantas, lebih dari 25 persen wanita hamil melakukan aborsi.

Sekitar 123 juta wanita dunia yang tidak menggunakan kontrasepsi ini kebanyakan berasal dari negara berkembang.

Sugiri mengakui, 9,1 persen kebutuhan kontrasepsi bagi pasangan usia subur belum terpenuhi. Menurut dia, pemenuhan kebutuhan merupakan salah satu indikator keberhasilan program KB di Indonesia. Nah, hal ini terutama disebabkan oleh kemiskinan. Padahal kondisi ini akan berkaitan dengan masalah pemerataan, akses, serta kualitas pelayanan.

Ia menyebutkan, pelayanan KB serta kesehatan reproduksi belum meluas di daerah miskin. Bukan hanya ketersediaan tenaga medis dan dana untuk pelayanan yang minim, belum meratanya fasilitas pelayanan juga membuat warga miskin harus mengeluarkan dana transportasi ke pusat layanan KB.

Kampanye kebutuhan akan alat kontrasepsi ini didegungkan pada perayaan Hari Kontrasepsi Dunia 2008, yang jatuh pada 26 September. Dengan mengusung tema “Your life, Your Body, Your Choice”, kampanye ini bermaksud mengedukasi pasangan suami-istri usia produktif tentang pentingnya kontrasepsi, kesehatan reproduksi, pilihan kontrasepsi dan penggunaannya, serta menurunkan tingkat kehamilan dan aborsi.

Hal yang sama juga diutarakan Profesor Biran Affandi, MD, PhD.

Menurut dia, kontrasepsi merupakan salah satu kebutuhan masyarakat saat ini karena punya andil dalam meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak. Dulu kontrasepsi hanya untuk mencegah kehamilan, tapi dengan perkembangan dan kemajuan riset, alat pencegah kehamilan ini bisa memberikan kontribusi positif terutama dalam meningkatkan kualitas hidup wanita.

“Kontrasepsi kini dapat memberikan manfaat nonkontrasepsi, seperti menjaga kestabilan berat badan dan membuat kulit tetap cantik,” tutur guru besar obstetri dan ginekologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Selain itu, kontrasepsi metode hormonal memberikan manfaat tambahan terutama bagi kesehatan reproduksi wanita, misalnya siklus haid menjadi lebih teratur dan mampu mengurangi risiko timbulnya penyakit kandungan, seperti kista, kanker indung telur, dan kanker endometrium.

Sebenarnya tingkat kehidupan yang berbeda akan memunculkan kebutuhan yang berbeda dalam hal kontrasepsi. Biran menyebutkan, kontrasepsi merupakan pilihan individu. Untuk memberdayakan masyarakat, diperlukan sosialisasi kesadaran dan edukasi mengenai kontrasepsi dengan informasi yang benar serta memberikan kesempatan memilih kontrasepsi. Saat ini ada banyak metode kontrasepsi, seperti metode hormonal dan sterilisasi dengan tingkat efektivitas berbeda-beda.

Sugiri menambahkan, jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan di Indonesia saat ini adalah metode suntik (31,6 persen), pil (13,2 persen), IUD (4,8 persen), kontap wanita (medis operasi wanita 3,1 persen), implan (2,8 persen), senggama terputus (2,2 persen), pantang berkala (1,5 persen), kondom (1,3 persen), kontap pria (medis operasi pria 0,2 persen), dan metode lain (0,4 persen). “Beda orang, berbeda kebutuhan. Penggunaan kontrasepsi juga harus berdasarkan kesepakatan suami-istri,” katanya.

0 komentar: