Mini KTI Askeb NIfas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi, menurut survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003 pada angka 307/100.000 kelahiran hidup atau setiap 2 jam terdapat 2 orang ibu bersalin yang meninggal dunia karena berbagai sebab. Penyebab kematian di Indonesia adalah trias klasik yaitu perdarahan (40-90%), eklampsi (20-30%), dan infeksi (20-30%) (Saefudin,2000).
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Dengan demikian asuhan pada masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya (Saefudin,2001). Asuhan kebidanan pada masa nifas tidak hanya diberikan kepada ibunya saja namun asuhan juga diberikan kepada bayinya,mengingat kematian neonatus sampai saat ini merupakan mortalitas tertinggi sepanjang kehidupan manusia dan berhubungan erat dengan angka kematian bayi.
Dalam angka kematian bayi dikenal dengan istilah the two third rule atau aturan dua pertiga (2/3), yaitu aturan yang memperlihatkan bahwa dua per tiga dari seluruh kematian bayi berusia di bawah satu tahun merupakan kematian bayi usia kurang dari 1 bulan, dari kematian bayi usia kurang dari 1 bulan tersebut dua pertiga merupakan kematian bayi berusia kurang dari 1 minggu, dan bua pertiga dari jumlah bayi yang meninggal pada usia kurang dari 1 minggu tersebut meninggal pada 24 jam pertama.
Karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya maka sangat diperlukan asuhan pada masa nifas. Pada masa ini terjadi perubahan- perubahan fisiologi yaitu : perubahan fisik, involusi uterus, dan pengeluaran lochea, laktasi/pengeluaran air susu ibu, perubahan sistem tubuh lainnya dan perubahan psikologi.
Tujuan asuhan masa nifas antasa lain : menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologi
, melaksanakan skrining komprehensif mendeteksi masalah mengobati, atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
, memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi pada saat bayi sehat.
dan memberikan pelayanan keluarga berencana

B. Perumusan Laporan Klinik
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dapat dirumuskan “Bagaimana Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Normal dengan menerapkan manajemen Varney ?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat melaksanakan dan meningkatkan kemampuan dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas normal dengan menerapkan manajemen Varney.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian asuhan kebidanan pada kasus ibu nifas normal
b. mampu menginterprestasikan data yang ada sehingga mampu menyusun diagnosa kebidanan , masalah dan kebutuhan pada ibu nifas normal.
c. Mampu menerapkan diagnosa potensial pada ibu nifas normal.
d. Mampu melaksanakan identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera pada asuhan kebidanan ibu nifas normal.
e. Mampu merencanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas normal.
f. Mampu melaksanakan tindakan kebidanan sesuai dengan kebutuhan dan masalah.
g. Mampu melaksanakan evaluasi terhadap penanganan kasus ibu nifas normal.
h. Mampu mendokumentasikan secara SOAP ( subyektif, obyektif, analisa,planing ) sebagai catatan perkembangan.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Landasan Teori Medis
1.Pengertian
Masa nifas ( puerperium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali ke keadaan seperti pra hamil, lama nifas yaitu 6-8 minggu.(Rustam, 1998). Masa nifas ( puerperium) dimulai setelah kelahiran placenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saifudin,2001).
Masa nifas mulai setelah partus selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu,akan tetapi seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Sarwono,2006).
Masa nifas (postpartum/puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti melahirkan. Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan (http://midwivesari.blogspot.com/).
Masa nifas dibagi dalam 3 periode,yaitu:
a. Puerpurium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan jalan-jalan.
b. Puerpurium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
c. Puerperium remote ( remote puerperium) adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu.(Rustam,1998)
2. Perubahan fisiologi masa nifas.
a. Involusio alat-alat kandungan
Dalam masa nifas,alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat-alat genetalia ini dalam keseluruhannya disebut involusi (Sarwono,2006).
Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan relaksasi, akan menjadi keras sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi placenta.
Tabel I : Tabel TFU dan berat uterus menurut masa involusi
Involusio Tinggi Fundus Uteri Berat uterus (gr )
Setelah bayi lahir
Setelah plasenta lahir
1 minggu
2 minggu
6 minggu
8 minggu Setinggi pusat
2 jari dibawah pusat
Pertengahan pusat-simfisis
Tidak teraba diatas simfisis
Bertambah kecil
Sebesar normal 1000 gr
750 gr
500 gr
350 gr
50 gr
30 gr
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi necrotic (layu/mati). Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan desidua tersebut dinamakan lochia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat. Lochia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lochia mengalami perubahan karena proses involusi. (http://midwivesari.blogspot.com/).
Tabel 2 : pengeluaran lochia berdasarkan waktu dan warnanya
Lochia Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah kehitaman Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa darah
Sanginolenta 3-7 hari Putih bercampur merah Sisa darah bercampur lendir
Serosa 7-14 hari Kekuningan/ kecoklatan Lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta
Alba >14 hari Putih Mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.

Perubahan – perubahan yang terdapat pada servik ialah segera postpartum bentuk serviks agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk seperti cincin. Warna serviks sendiri merah dan kehitam-hitaman karena pembuluh darah . Konsistensinya lunak.
Segera setelah janin dilahirkan, tangan pemerika masih dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Setelah dua jam hanya dapat dimasukkan 2-3 jari , dan setelah 1 minggu, hanya dapat di masukkan 1 jari ke dalam kavum uteri. Hal ini baik diperhatikan dalam menangani uri.( Sarwono,2006)
Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi, dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah 3 hari, permukaan endometrium mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian yang mengalami degenerasi. Sebagian besar endometrium terlepas. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis, yang memakan waktu 2 sampai 3 minggu. Jaringan-jaringan ditempat implantasi plasenta mengalami proses yang sama, ialah degenerasi dan kemudian terlepas. Pelepasan jaringan berdegenerasi ini berlangsung lengkap. Dengan demikian , tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas tempat implantasi plasenta. Bila yang terakhir ini terjadi , maka ini dapat menimbulkan kelainan pada kehamilan berikutnya.

b. Hemokonsentrasi
Pada masa hamil didapat hubungan pendek yang dikenal sebagai shunt antara sirkulasi ibu dan pasenta. Setelah melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah pada ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini menimbulkan beban pada jantung, sehingga dapat menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitium kordis. Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Umumnya hal ini terjadi pada hari-hari ke 3 sampai 15 hari post partum (Sarwono,2006)

c. Laktasi
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu (ASI), yang merupakan makanan pokok terbaik bagi bayi yang bersifat alamiah (http://midwivesari.blogspot.com/).
Berbagai hormon, misalnya estrogen, progesteron, korionik gonadotropin manusia, kortisol, insulin, prolaktin, dan laktogen placenta memainkan peran yang penting dalam mempersiapkan payudara untuk laktasi. Pada saat kelahiran ada dua kejadian yang merupakan alat untuk memulai laktasi. Pertama penurunan hormon placenta (terutama estrogen) memungkinkan terjadinya laktasi. Kedua, menyusui akan merangsang pelepasan prolaktin dan oksitosin (Hacker/Moore,2001).
Produksi ASI masih sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak terjadi produksi ASI. Ada 2 refleks yang sangat dipengaruhi oleh keadaan jiwa ibu, yaitu:
1. Refleks Prolaktin .Pada waktu bayi menghisap payudara ibu, ibu menerima rangsangan neurohormonal pada putting dan areola, rangsangan ini melalui nervus vagus diteruskan ke hypophysa lalu ke lobus anterior, lobus anterior akan mengeluarkan hormon prolaktin yang masuk melalui peredaran darah sampai pada kelenjar-kelenjar pembuat ASI dan merangsang untuk memproduksi ASI.
2. Refleks Let Dow. Refleks ini mengakibatkan memancarnya ASI keluar, isapan bayi akan merangsang putting susu dan areola yang dikirim lobus posterior melalui nervus vagus, dari glandula pituitary posterior dikeluarkan hormon oxytosin ke dalam peredaran darah yang menyebabkan adanya kontraksi otot-otot myoepitel dari saluran air susu, karena adanya kontraksi ini maka ASI akan terperas ke arah ampula . (http://midwivesari.blogspot.com/
Untuk menghadapi masa laktasi (menyusukan) sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mamma yaitu :
1) Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar,alveoli, dan jaringan lemak bertambah.
2) Keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut colostrum, berwarna kuning-putih susu.
3) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
4) Setelah persalinan,pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang. Maka timbul pengaruh hormon Laktogenik(LH) atau prolaktin yang merangsang air susu. Disamping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan mio-epitel kelenjar susu berkonsentrasi sehingga air susu keluar. Produksi akan banyak sesudah 2-3 hari post partum
Bila bayi mulai disusui, isapan pada puting susu merupakan rangsangan psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oksitosin dikeluarkan oleh hipofise. Produksi air susu ibu (ASI) akan lebih banyak. Sebagai efek positif adalah involusio uteri akan lebih sempurna. Disamping ASI merupakan makanan utama bayi yang tidak ada bandingnya, menyusukan bayi sangat baik untuk menjelmakan rasa kasih sayang antara ibu dan anaknya (Rustam,1998). Tanda apabila bayi telah diberi ASI dengan cukup,antara lain :
1) Bayi kencing setidaknya 6 kali dalam 24 jam, warnanya jernih sampai kuning muda.
2) Bayi sering buang air besar berwarna kekuningan “berbiji”.
3) Bayi tampak puas, sewaktu-waktu merasa lapar, bangun dan tidur cuku. Bayi yang selalu tidur bukan pertanda baik
4) Bayi setidaknya menyusu 10-12 kali dalam 24 jam.
5) Payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap kali selesai menyusui.
6) Ibu dapat merasakan rasa geli karena aliran ASI, setiap kali bayi mulai menyusu.
7) Bayi bertambah berat badannya.
(Saifudin,2002)
Untuk meningkatkan suplai ASI, maka bayi harus di susukan setiap 2 jam siang dan malam dengan lama menyusui 10-15 menit di setiap payudara,jika bayi selama 2 jam masih tidur maka bangunkan bayi, setiap kali menyusui pastikan bayi menyusu dengan posisi menempel yang baik dan dengarkan suara menelan yang aktif, susui bayi ditempat yang tenang dan nyaman dan minumlah setiap kali menyusui, kemudian tidurlah di bersebelahan dengan bayi.
Untuk ibu yang harus dilakukan agar suplai ASI menjadi banyak adalah : ibu harus meningkatkan istirahat dan minum, disamping itu petugas kesehatan harus megamati ibu yang menyusui bayinya dan mengoreksi setiap kali terdapat masalah pada posisi penempelan, dan yakinlah bahwa ia dapat memproduksi susu lebih banyak dengan melakikan hal-hal tersebut di atas. Di samping itu ibu nifas juga harus melakukan perawatan payudara,antara lain dengan cara seperi berikut:
1) Menjaga payudara tetap bersih dan kering.
2) Menggunakan BH yang menyokong payudara.
3) Apabila putting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar putting yang tidak lecet.
4) Apabila lecet sangat berat dapat di istirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan di minumkan dengan sendok.
5) Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat minum paracetamol 1 tablet setiap 4-6 jam.
6) Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI, lakukan:
(a) pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hangat.
(b) Urut payudara dari pangkal menuju putting atau gunakan sisir untuk mengurut payudara dengan arah “Z” menuju puting.
(c) Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga puting susu menjadi lunak.
(d) Susukan bayi setiap 2-3 jam. Apabila tidak dapat mengisap seluruh ASI sisanya keluarkan dengan tangan.
(e) Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
( Saifudin,2002)
d. Perubahan sistem pencernaan.
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan, haemoroid, laserasi jalan lahir. Agar buang air besarl teratur dapat diberikan diet/makanan yang mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. Apabila ini tidak berhasil dapat di berikan suposiyoria biskodil per rektal untuk melunakkan tinja ( Derek Liewellyn-Jones,2002)
Wanita yang menderita haemoroid selama kehamilan sering mengeluh bahwa mereka lebih merasakan nyeri pada masa post partum. Satu dari 20 wanita mengalami haemoroid untuk pertama kali sewaktu melahirkan , tetapi kebanyakan kasus ini akan hilang dalam waktu dua atau tiga minggu (Derrek Liewellyn-Jones,2002)

e. Perubahan sistem perkemihan.
Kesulitan miksi mungkin terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan karena refleks penekanan aktivitas detrusor yang disebabkan oleh tekanan pada basis kandung kemih selama melahirkan. Jika tidak dapat mengeluarkan urin mungkin diperlukan kateterisasi ( Derek Liewellyn-Jones,2002).
Kandung kencing dalam puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau sesudah kencing masih tertinggal urine residual (normal + 15 cc). Sisa urine dan trauma pada kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi (http://midwivesari.blogspot.com/).

f. Perubahan sistem Musculoskeletal
Ligamen,fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum rotundum menjadi kendor.(Rustam,1998).
Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan..Sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan (http://midwivesari.blogspot.com/).

g. Perubahan sistem endokrin.
Perubahan – perubahan endokrinologi yang terjadi selama kehamilan pulih kembali dengan cepat. Beberapa jam setelah placenta keluar, kadar hormon-hormon placenta, human placental lactogen dan (hPL) chorionic gonadotrophin hormon ( hCG) turun dengan cepat. Dalam 2 hari, hPL sudah tidak dapat terdeteksi dalam serum dan pada hari ke 10 postpartum, hCG sudah tidak dapat terdeteksi lagi. Kadar estrogen dan progerteron dalam serum menurun dengan cepat dalam 3 hari pertama masa nifas dan mencapai kadar tidak hamil sebelum hari ke 7 setelah melahirkan. Kadar ini akan tetap demikian jika wanita menyusui bayinya, jika tidak, estradiol akan meningkat, yang menunjukkan pertumbuhan folikular. Di antara wanita menyusui, kadar prolaktin (hPr) meningkat setelah bayi menyusu ( Derek Liewellyn-Jones,2002).

h. Perubahan tanda-tanda vital.
1) Suhu badan
Satu hari (24jam) postprtum suhu badan akan naik sedikit (37,5°C - 38°C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila keadaan normal suhu badan menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena adanya pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, tractus genitalis atau sistem lain.
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat
3) Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya preeklampsi postpartum.
4) Respirasi
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas (http://midwivesari.blogspot.com/).

i. Perubahan sistem Hematologi.
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai 15000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama dari masa postpartum. Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik lagi sampai 25000 atau 30000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah hemoglobine, hematokrit dan erytrosyt akan sangat bervariasi pada awal-awal masa postpartum sebagai akibat dari volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi wanita tersebut. Kira-kira selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobine pada hari ke 3-7 postpartum dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu postpartum(http://midwivesari.blogspot.com/).

j. Perubahan psikologi ibu nifas.
Sebagian perempuan menganggap bahwa masa–masa setelah melahirkan adalah masa–masa sulit yang akan menyebabkan mereka mengalami tekanan secara emosional. Gangguan–gangguan psikologis yang muncul akan mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, dan sedikit banyak mempengaruhi hubungan anak dan ibu dikemudian hari. Hal ini bisa muncul dalam durasi yang sangat singkat atau berupa serangan yang sangat berat selama berbulan–bulan atau bertahun – tahun lamanya.
Secara umum sebagaian besar wanita mengalami gangguan emosional setelah melahirkan.(Regina dkk, 2001), bentuk gangguan postpartum yang umum adalah depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi serta emosional.
gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara maupun multipara.
Menurut DSM-IV, gangguan pascasalin diklasifikasikan dalam gangguan mood dan gejala adalah dalam 4 minggu pascapersalinan.
dan 3 tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah maternity blues, postpartum depression dan postpartum psychosis (Ling dan Duff, 2001).
1) Maternity blues / post partum blues
yaitu kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua hari hingga dua minggu sejak kelahiran bayi. Di tandai dengan gejala:
(a) Cemas tanpa sebab.
(b) Menangis tanpa sebab.
(c) Tidak sabar.
(d) Tidak percaya diri.
(e) Sensitive.
(f) Mudah tersinggung.
(g) Merasa kurang menyayangi bayinya.
2) Postpartum depression.
Postpartum depression yaitu depresi pasca persalinan yang berlangsung sampai berminggu – minggu atau bulan dan kadang ada diantara mereka yang tidak menyadari bahwa yang sedang dialaminya merupakan penyakit.

Di tandai dengan gejala-gejala,antara lain adalah sebagai berikut :
(a) Trauma terhadap intervensi medis yang dialami.
(b) Kelelahan
(c) Perubahan perasaan.
(d) Gangguan nafsu makan.
(e) Gangguan tidur.
(f) Tidak mau berhubungan dengan orang lain.
(g) Tidak mencintai bayinya.
(h) Ingin menyakiti bayi atau dirinya atau keduanya.
3) Postpartum psychosis.
Dalam kondisi seperti ini terjadi tekanan jiwa yang sangat berat karena bisa menetap sampai setahun dan bisa juga selalu kambuh gangguan kejiwaannya setiap pasca melahirkan.

Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan , ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut:
1) Fase Taking In.
Yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Hal ini cenderung ibu menjadi pasif terhadap lingkungannya
2) Fase Taking hold.
Yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Pada fase ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga timbul percaya diri.

3) Fase Letting go.
Merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya sudah meningkat.

3. Perawatan masa nifas.
Di masa lampau perawatan puerperium sangat konservatif, dimana ibu nifas diharuskan tidur terlentang selama 40 hari. Dampak sikap demikian pernah dijumpai di Surabaya, terjadi adhesi antara labium minus dan labium mayus kanan dan kiri, dan telah berlangsung hampir 6 tahun ( Manuaba, 1998).
Perawatan wanita pada masa nifas menjadi lebih mudah dengan diperbolehkannya mobilisasi dini (Derrek Liewellyn-Jones,2002). Perawatan ambulasi dini mempunyai keuntungan antara lain sebagai berikut :
a. Melancarkan pengeluaran lokia, mengurangi infeksi puerperium.
b. Mempercepat involusi alat kandungan.
c. Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan.
d. Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.

Perawatan puerperium dilakukan dalam bentuk pengawasan sebagai berikut:
a. Rawat gabung
Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama-sama sehingga ibu lebih banyak memperhatikan bayinya, segera dapat memberikan ASI, sehingga kelancaran pengeluaran ASI lebih terjamin.
b. Pemeriksaan umum.
Meliputi kesadaran penderita dan keluhan yang dirasakan setelah persalinan.
c. Pemeriksaan khusus.
(1) Fisik : Tekanan darah,nadi,suhu,respirasi.
(2) Fundus uteri : TFU, kontraksi uterus,
(3) Payudara : Putting susu,pembengkakan,pengeluaran ASI
(4) Luka jahitan episiotomi : Baik/terbuka,apa ada tanda infeksi ( kolor, dolor,fungsiolesa, dan pernanahan)

d. Pemulangan parturien dan pengawasan ikutan.
Parturien dengan persalinan berjalan lancar dan spontan dapat di pulangkan setelah mencapai keadaan baik dan tidak ada keluhan. Parturien di pulangkan setelah 2-3 hari dirawat
Setelah pasien pulang paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah-masalah yang terjadi.
Tabel 3 : Jadwal kinjungan ibu nifas.
Kunjungan Waktu Tujuan
1 6-8 jam setelah persalinan. • Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
• Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan.
• Memberi konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
• Pemberian ASI awal.
• Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
• Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia.
Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil.
2 6 hari setelah persalinan. • Memastikan involusi uterus berjalan normal: uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
• Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
• Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat.
• Memastikan ibu menyusui dengan baik dan memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
• Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
3 2 minggu setelah persalinan. Sama seperti 6 hari setelah persalinan.
4 6 minggu setelah persalinan. • Menenyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia alami atau bayi alami.
• Memberikan konseling untuk KB secara dini.

B. Landasan Teori Asuhan Kebidanan
1. Pengertian
Asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah, suatu metode untuk berfikir dan bertindak secara sistematis dan logis berdasarkan teori ilmiah, peneuian-penemuan dalam memberikan asuhan pada klien, untuk mengambil keputusan yang berfokus pada klien (Varney,1997).

2. Proses Manajemen Kebidanan.
Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan yang di mulai dari pengumpulan data dan berakhir dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap, yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi. Akan tetapi setiap langkah tersebut bisa dipecah-pecah ke dalam tugas-tugas tertentu dan semuanya bervariasi sesuai dengan kondisi klien.
Langkah – langkah manajemen kebidanan tersebut adalah :
a. Langkah I : Pengkajian
Pengkajian data sebagai dasar proses asuhan kebidanan yang kegiatannya bertujuan untuk mengumpulkan data / informasi mengenai keadaan pasien. Data yang dikumpulkan berupa data subyektif dan data obyektif serta data penunjang ( laboratorium). Untuk memperoleh data tersebut dilakukan dengan cara : anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan : inspeksi, palapsi, perkusi, dan auskultasi serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) serta catatan terbaru dan sebelumnya.
Urutan pelaksanaan pada langkah pengkajian data adalah sebagai berikut :
1) Anamnesa
a) Identitas pasien dan suami : nama pasien dan suami, umur pasien dan suami,agama/suku bangsa pasien dan suami, pendidikan pasien dan suami, pekerjaan pasien dan suami,alamat.
b) Alasan masuk rumah sakit/alasan dirawat.
c) Riwayat persalinan : Persalinan keberapa, tempat persalinan (dirumah, bidan, RB atau rumah sakit), penolong persalinan ( oleh dukun,bidan atau dokter), jenis persalinan ( normal, spontan atau dengan tindakan ), keadaan plasenta ( selaput utuh / tidak,ukuran, berat, insersi plasenta, panjang tali pusat ), perineum di episiotomi / tidak, perdarahan selama persalinan ( meliputi kala 1,2,3,4)
d) Riwayat bayi : tanggal dan jam lahir, berat badan lahir, panjang badan lahir, APGAR SCORE, lingkar dada, lingkar kepala, ada cacat bawaan / tidak( atresia ani, anencefalus, bibir sumbing,dll ), umur kehamilan saat persalinan.
e) Riwayat post partum : Status emosional ibu, pola tidur ada gangguan / tidak, pola eliminasi ( sudah BAK dan BAB/ belum, lancar / tidak )
f) Lingkungan sosial : Respon keluarga dan lingkungan terhadap persalinan ibu.
g) Data psikologis : respon ibu terhadap kelahiran bayinya.
h) Data spiritual : keaktifan ibu dalam beribadah.
i) Riwayat kesehatan :
(1) Penderita : Apakah ibu pernah menderita penyakit jantung, sakit TBC, asthma, kencing manis, sakit kuning, epilepsi, dan apakah ibu pernah mengalami operasi.?
(2) Keluarga : Apakah didalam keluarga ada yang mempunyai riwayat penyakit jantung, hipertensi, diabetes militus, TBC, asthma, epilepsi, dan keterunan kembar?
j) Riwayat kontrasepsi : Apakah ibu pernah memakai alat kontrasepsi, jenis alat kontrasepsi yang di pakai, kapan memulainya, dimana , dan apakah pernah drop out?

2) Data Obyektif
a. Pemeriksaan umum :
(1) Bagaimana keadaan umum ( baik/sedang/jelek), kesadaran, keadaaan emosional.
(2) Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi, respirasi, suhu.
b. Pemeriksaan fisik ( inspeksi dan palpasi )
(1) Muka : Apakah pucat, ada oedem?
(2) Mata : Penglihatan (baik/kabur), conjungtiva (merah atau anemis), sklera (putih atau ikterik)
(3) Mulut : Keadaannya (bersih/tidak), apakah ada gigi yang berlubang, apakah ada caries, apakah gusi epulis, apakah ada stomatitis ?.
(4) Kelenjar thyroid : Apakah ada pembesaran atau tidak ?
(5) Kelenjar getah bening : Apakah ada pembesaran atau tidak ?
(6) Dada : Simetris / tidak, apakah ada retraksi, apakah payudara mengalami pembesaran?
(7) Payudara : Ada benjolan/tidak, pengeluaran (ASI,kolostrum) sudah/belum?
(8) Abdomen : Ada bekas operasi/tidak, TFU, kontraksi, konsistensi uterus (keras/lembek)?
(9) Perineum : Apakah ada oedem, ruptur derajat berapa, kondisi jahitan apakah ada tanda-tanda infeksi ( kolor, dolor, fungiolesa, pernanahan ) ?.
(10) Vulva : Apakah ada oedem, apakah kemerahan, apakah ada pengeluaran ?

(11) Lokhea : warnanya, berbau atau tidak, jumlah ( berapa kali ganti pembalut, 1 pembalut penuh/tidak) ?
(12) Anus : Ada haemoroid atau tidak ?
(13) Ekstremitas : Apakah ada oedem, nyeri atau tidak, reflek patella, tanda homan ( -/+) ?
b. Langkah II : Interprestasi Data
Pada langkah ini data dasar yang telah dikumpulkan diinterprestasikan menjadi masalah atau diagnosa spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan penanganan. Berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan seperti dilakukan pengkajian maka dapat dirumuskan diagnosa kebidanan.
Diagnosa : Seorang ibu P A umur (tahun) post partum hari keberapa
Dasar : Keadaan umum, Vital sign, FLEEB ( fundus, lokhea, eliminasi, episiotomi, breast ).
c. Langkah III: Diagnosa potensial
Mengidentifikasi masalah dan diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah di identifikasi karena membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan,. Bidan diharapkan dapat waspada dan siap mencegah diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi.
d. Langkah IV : Antisipasi
Pada langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Beberapa data mengidentifikasikan keadaan gawat dimana bidan harus segera bertindak atau dikonsultasikan / kolaborasi dokter spesialis obsgin atau dengan tim kesehatan lain sesuai kondisi pasien.
e. Langkah V : Intervensi atau rencana tindakan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya.
Semua keputusan yang di kembangkan harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan keadaan pasien.
Rencana asuhan pada ibu nifas normal adalah :
1) Jelaskan pada ibu dan keluarga tentang pemeriksaan yang telah dilakukan.
2) Observasi keadaan umum, vital sign, TFU, kontraksi uterus dan pengeluaran pervaginam.
3) Beri penjelasan tentang fisiologi nifas.
4) Beri penjelasan tentang tanda bahaya nifas.
5) Anjurkan ibu untuk mobilisasi dini.
6) Anjurkan ibu untuk segera menyusui bayinya.
7) Beri KIE tentang perawatan perineum.
8) Anjurkan ibu untuk menjaga personal hygiene.
9) Beri KIE tentang perawatan payudara.
10) Beri KIE tentang ASI eksklusif.
11) Anjurkan ibu untuk istirahat cukup
12) Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan dengan gizi yang cukup.
13) Kolaborasi dengan dokter untuk program pemberian terapi.
14) Beri KIE pada ibu tentang keluarga berencana.
f. Langkah VI : Implementasi
Pada langkah ini melaksanakan rencana asuhan secara efisien dan aman, menyeluruh seperti yang telah di uraikan pada langkah kelima (perencanaan).
g. Langkah VII : Evaluasi.
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah dilaksanakan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan, apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif dan sebaian belum efektif.
Mengingat bahwa proses manajemen ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut.
Hasil yang diharapkan dari asuhan kebidanan pada ibu nifas normal ini adalah keadaan umum baik, vital sign stabil (normal), aktivitas/mobilisasi lancar, laktasi lancar tidak ada masalah, involusi baik, tidak terjadi perdarahan post partum baik dini maupun lanjut, luka jalan lahir sembuh/tidak terjadi infeksi, ibu dapat merawat bayinya dengan baik.
Berdasarkan evaluasi, selanjutnya rencana asuhan ditulis dalam catatan perkembangan yang mencakup SOAP meliputi :
1. SUBYEKTIF = data yang didapat dari pertanyaan yang diberikan secara langsung kepada pasien (anamnesa).
2. OBYEKTIF = data yang di peroleh dari observasi dan pemeriksaan.
3. ANALISIS = menyatakan gangguan atau diagnosa, masalah dan kebutuhan yang terjadi atas dasar data subyektif dan obyektif.
4. PLANING = di dalam PLANING ini mengandung pelaksanaan dan evaluasi yang di buat sesuai masalah dan kebutuhan.

0 komentar: